BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ilmu filsafat sebenarnya banyak aliran atau paham, diantaranya seperti
aliran renaisance, rasionalisme, idealisme, empirisme, pragmatisme,
existentialisme, dan masih banyak lagi. Antara aliran atau paham yang satu dan yang
lainnya ada yang saling bertentangan dan ada pula yang memiliki konsep dasar
sama. Akan tetapi meskipun bertentangan, bukanlah untuk saling dipertentangkan.
Justru dengan banyaknya aliran atau paham yang sudah diperkenalkan oleh
tokoh-tokoh filsafat, kita dapat memilih cara yang pas dengan persoalan yang
sedang kita hadapi.
Antara aliran atau paham yang satu dengan yang lainnya dapat saling
mendukung. Seperti penyelesaian masalah yang sederhana misalnya, kita bisa
menggunakan logika klasik, untuk menggali ilmu-ilmu yang ada di alam, kita
dapat menggunakan cara empirisme, untuk membantu pemahaman bisa menggunakan
paham rasionalisme, dan untuk persoalan yang kompleks kita dapat menggunakan
teorinya idealisme (dialektika).
Dalam makalah ini mencoba membahas aliran filsafat idealisme yang merupakan
salah satu aliran filsafat pendidikan. Makalah ini mencoba menyikapi bagaimana
pengaruh aliran filsafat idealisme dalam
pendidikan.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah, antara
lain:
1. Bagaimana tinjauan umum
tentang aliran filsafat idealisme dalam pendidikan pendidikan?
2. Bagaimana pengaruh
aliran filsafat idealisme dalam pendidikan?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui tinjauan umum tentang aliran filsafat idealisme.
2.
Untuk mengetahui pengaruh aliran filsafat idealisme dalam pendidikan.
D. Metode Pengumpulan Data
Sumber didapat dari metode kepustakaan dan akses internet.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat dan
Aliran Idealisme
Filsafat dan filosof
berasal dari kata Yunani “philosophia” dan “philosophos”. Menurut bentuk kata,
seorang philosphos adalah seorang pencinta kebijaksanaan. Sebagian lain
mengatakan bahwa filsafat adalah cinta akan kebenaran. Filsafat sering pula
diartikan sebagai pandangan hidup. Dalam dunia pendidikan, filsafat mempunyai
peranan yang sangat besar. Karena, filsafat yang merupakan pandangan hidup ikut
menentukan arah dan tujuan proses pendidikan. Filsafat pendidikan sendiri
adalah ilmu yang mempelajari dan berusaha mengadakan penyelesaian terhadap
masalah-masalah pendidikan yang bersifat filosofis. Jadi jika ada masalah atas
pertanyaan-pertanyaan soal pendidikan yang bersifat filosofis, wewenang
filsafat pendidikanlah untuk menjawab dan menyelesaikannya.[1]
Ajaran filsafat adalah
hasil pemikiran sesorang atau beberapa ahli filsafat tentang sesuatu secara
fundamental. Dalam memecahkan suatu masalah terdapat pebedaan di dalam
penggunaan cara pendekatan, hal ini melahirkan kesimpulan-kesimpulan yang berbeda
pula, walaupun masalah yang dihadapi sama. Perbedaan ini dapat disebabkan pula
oleh factor-faktor lain seperti latar belakang pribadi para ahli tersebut,
pengaruh zaman, kondisi dan alam pikiran manusia di suatu tempat.
Tokoh aliran idealisme
adalah Plato (427-374 SM), murid Sokrates. Aliran idealisme merupakan suatu
aliran ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa. Menurutnya, cita adalah gambaran
asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak di antara gambaran asli
(cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indera. Pertemuan antara
jiwa dan cita melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia idea. Aliran ini
memandang serta menganggap bahwa yang nyata hanyalah idea. Idea sendiri selalu
tetap atau tidak mengalami perubahan serta penggeseran, yang mengalami gerak
tidak dikategorikan idea.
Keberadaan idea tidak
tampak dalam wujud lahiriah, tetapi gambaran yang asli hanya dapat dipotret
oleh jiwa murni. Alam dalam pandangan idealisme adalah gambaran dari dunia
idea, sebab posisinya tidak menetap. Sedangkan yang dimaksud dengan idea adalah
hakikat murni dan asli. Keberadaannya sangat absolut dan kesempurnaannya sangat
mutlak, tidak bisa dijangkau oleh material. Pada kenyataannya, idea digambarkan
dengan dunia yang tidak berbentuk demikian jiwa bertempat di dalam dunia yang
tidak bertubuh yang dikatakan dunia idea.
Prinsipnya, aliran
idealisme mendasari semua yang ada. Yang nyata di alam ini hanya idea, dunia
idea merupakan lapangan rohani dan bentuknya tidak sama dengan alam nyata
seperti yang tampak dan tergambar. Sedangkan ruangannya tidak mempunyai batas
dan tumpuan yang paling akhir dari idea adalah arche yang merupakan
tempat kembali kesempurnaan yang disebut dunia idea dengan Tuhan, arche,
sifatnya kekal dan sedikit pun tidak mengalami perubahan.
Tegasnya, idealisme
adalah aliran ilmu filsafat yang menganggap pikiran atau cita-cita sebagai
satu-satunya hal yang benar yang dapat dicamkan dan dipahami.
Menurut Ahmad Agung
yang dikutip dari bukunya Juhaya S. Pradja (1987 : 38) ada beberapa jenis idealisme,
diantaranya :
a. Idealisme subjektif atau juga disebut immaterialisme, mentalisme, dan fenomenalisme.
Seorang idealis subjektif akan mengatakan bahwa akal, jiwa, dan
persepsi-persepsinya atau ide-idenya merupakan segala yang ada. Objek
pengalaman bukanlah benda material; objek pengalaman adalah persepsi. Oleh
karena itu benda-benda seperti bangunan dan pepohonan itu ada, tetapi hanya ada
dalam akal yang mempersepsikannya.
b. Idealisme objektif, yakni dikatakan bahwa akal menemukan apa yang sudah terdapat dalam
susunan alam.
c.
Idealisme Rasionalistis,yakni dikatakan bahwa jiwa adalah akal pikiran
manusia, Tokohnya antara lain Hegel.
d.
Idealisme Ethis, yakni dikatakan bahwajiwa adalah akal yang
praktis, akal teoritis dan yang ethis. Tokohnya antara lain Imanuel Kant.
e.
Idealisme Aesthetis, yang menyatakan bahwa kenyataan ini adalah
sebagai hasil dari seni dalam arti sepenuhnya. Tokohnya antara lain Wilhelm Von
Humboit
f.
Idealisme Relegius,dalam pandangan nya tentang kenyataan ini
didasarkan atas dasar ajaran agama seperti Islam, Yahudi dan Kristen.
B. Tokoh Aliran Filsafat
Idealisme
1.
Plato (427-374 SM)
Plato adalah murid
Sokrates. Aliran idealisme merupakan suatu aliran ilmu filsafat yang
mengagungkan jiwa. Menurutnya, cita adalah gambaran asli yang semata-mata
bersifat rohani dan jiwa terletak di antara gambaran asli (cita) dengan
bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indera. Pertemuan antara jiwa dan cita
melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia idea. Aliran ini memandang serta
menganggap bahwa yang nyata hanyalah idea. Idea sendiri selalu tetap atau tidak
mengalami perubahan serta penggeseran, yang mengalami gerak tidak dikategorikan
idea.
Plato yang memiliki
filsafat beraliran idealisme yang realistis mengemukakan bahwa jalan untuk
membentuk masyarakat menjadi stabil adalah menentukan kedudukan yang pasti bagi
setiap orang dan setiap kelas menurut kapasitas masin-masing dalam masyarakat
sebagai keseluruhan. Mereka yang memiliki kebajikan dan kebijaksanaan yang
cukup dapat menduduki posisi yang tinggi, selanjutnya berurutan ke bawah.
Misalnya, dari atas ke bawah, dimulai dari raja, filosof, perwira, prajurit
sampai kepada pekerja dan budak. Yang menduduki urutan paling atas adalah
mereka yang telah bertahun-tahun mengalami pendidikan dan latihan serta telah
memperlihatkan sifat superioritasnya dalam melawan berbagai godaan, serta dapat
menunjukkan cara hidup menurut kebenaran tertinggi.
Mengenai kebenaran
tertinggi, dengan doktrin yang terkenal dengan istilah ide, Plato mengemukakan
bahwa dunia ini tetap dan jenisnya satu, sedangkan ide tertinggi adalah
kebaikan. Tugas ide adalah memimpin budi manusia dalam menjadi contoh bagi
pengalaman. Siapa saja yang telah menguasai ide, ia akan mengetahui jalan yang
pasti, sehingga dapat menggunakan sebagai alat untuk mengukur,
mengklasifikasikan dan menilai segala sesuatu yang dialami sehari-hari.
2.
J. G. Fichthe (1762-1914 M)
Johann Gottlieb Fichte
adalah filosuf Jerman. Ia belajar teologi di Jena pada tahun 1780-1788 M.
Berkenalan dengan filsafat Kant di Leipzig 1790 M. Berkelana ke Konigsberg
untuk menemui Kant dan menulis Critique of Relevation pada zaman Kant. Buku itu
dipersembahkannya kepada Kant. Pada tahun 1810-1812 M ia menjadi rektor
Universitas Berlin.
Filsafatnya disebut
Wissenschaftslehre (ajaran ilmu pengetahuan). Dengan melalui metoda deduktif
fichte mencoba menerangkan hubungan Aku (Ego) dengan adanya benda-benda
(non-Ego). Karena Ego berpikir, mengiakan diri maka terlahirlah non-Ego
(benda-benda). Dengan secara dialektif (berpikir dengan metoda : tese, anti
tese, sintese) Fichte mencoba menjelaskan adanya benda-benda.
Secara sederhana
dialektika Fichte itu dapat diterangkan sebagai berikut: manusia memandang
obyek benda-benda dengan inderanya. Dalam mengindera obyek tersebut, manusia
berusaha mengetahui yang dihadapinya. Maka berjalanlah proses intelektualnya
untuk membentuk dan mengabstraksikan obyek itu menjadi pengertian seperti yang
dipikirannya.
Fichter menganjurkan
supaya kita memenuhi tugas, dan hanya demi tugas. Tugaslah yang menjadi
pendorong moral. Isi hukum moral ialah berbuatlah menurut kata hatimu. Bagi
seorang idealis, hukum moral ialah setiap tindakan harus berupa langkah menuju
kesempurnaan spiritual.
3.
F. W. S. Schelling (1775-1854 M)
Friedrich Wilhem Joseph
Schelling telah mencapai kematangan sebagai filosuf pada waktu itu ia masih
amat muda. Pada tahun 1798 M, ketika usianya baru 23 tahun, ia telah menjadi
guru besar di Universitas Jena. Sampai akhir hidupnya pemikirannya selalu
berkembang. Namun, continuitasnya tetap ada. Dia adalah filosuf idealis Jerman
yang telah meletakkan dasar-dasar pemikiran bagi perkembangan idealisme Hegel.
Ia pernah menjadi kawan Fichte.
Bersama Fishte dan
Hegel, Sheiling adalah idealis Jerman yang terbesar. Pemikirannya pun merupakan
mata rantai antara Fishte dan hegel. Fichte memandang alam semesta sebagai
lapangan tugas manusia dan sebagai basis kebebasan moral, Schelling membahas
realitas lebih obyektif dan menyiapkan jalan bagi idealisme absolute. Dalam
pandangan Scheiling, realitas adalah identik dengan gerakan pemikiran yang
berevolusi secara dialektis. Pada Schelling, juga pada Hegel, realitas adalah
proses rasional evolusi dunia menuju realisasi berupa suatu ekspresi kebenaran
terakhir. Tujuan proses itu adalah suatu keadaan kesadaran diri yang sempurna.
4. G. W. F. Hegel
(1770-1031)
George Wilhem Friedrich
Hegel lahir pada tahun 1770 M di Stuttgart. Ini adalah tahun-tahun Revolusi
Prancis yang terkenal itu (1789 M), juga merupakan tahun-tahun berbunganya
kesusasteraan Jerman.. Lessing, Goethe dan Schiller hidup pada periode ini
juga. Idealisme di Jerman mencapai puncaknya pada masa Hegel.
Ia termasuk salah satu
filosuf barat yang menonjol. Inti filsafat Hegel adalah konsep Geists (roh,
spirit), suatu istilah diilami oleh agamanya. ia berusaha menghubungkan Yang
Mutlak itu dengan Yang Tidak Mutlak. Yang Mutlak itu roh (jiwa), menjelma pada
alam dan dengan demikian sadarlah ia akan dirinya. Roh itu dalam intinya Idea,
artinya: berpikir.
Idea yang berpikir itu
sebenarnya adalah gerak yang menimbulkan gerak lain. Demikianlah proses roh
atau Idea yang disebut Hegel: Dialektika. Proses itu berlaku menurut hukum
akal. Sebab itu yang menjadi aksioma Hegel: apa yang masuk akal (rasional) itu
sungguh riil, dan apa yang sungguh itu masuk akal.
Jadi dapat ditarik
kesimpulan bahwa aliran idealisme ini aliran yang mengemukakan bahwa sesuatu
hal akan muncul berangkat dari ide. Ungkapan terkenal dalam aliran ini adalah “
segala yang ada hanyalah yang ada” sebab yang ada itulah adalah gambaran atau
perwujudan dari alam pikiran (bersifat tiruan).
C. Idealisme dan Filsafat Pendidikan
Aliran filsafat idealisme terbukti cukup
banyak memperhatikan masalah-masalah pendidikan, sehingga cukup berpengaruh
terhadap pemikiran dan praktik pendidikan.William T. Harris adalah tokoh aliran
pendidikan idealisme yang sangat berpengaruh di Amerika Serikat.Bahkan, jumlah
tokoh filosof Amerika kontemporer tidak sebanyak seperti tokoh-tokoh idealisme
yang seangkatan dengan Herman Harrell Horne (1874-1946).Herman Harrell Horne
adalah filosof yang mengajar filsafat beraliran idealisme lebih dari 33 tahun
di Universitas New York.
Belakangan, muncul pula Michael
Demiashkevitch, yang menulis tentang idealisme dalam pendidikan dengan efek
khusus. Demikian
pula B.B. Bogoslovski, dan William E. Hocking.Kemudian muncul pula Rupert C.
Lodge (1888-1961), profesor di bidang logika dan sejarah filsafat di
Universitas Maitoba.Dua bukunnya yang mencerminkan kecemerlangan pemikiran
Rupert dalam filsafat pendidikan adalah Philosophy of Education dan
studi mengenai pemikirian Plato di bidang teori pendidikan. Di Italia, Giovanni
Gentile Menteri bidang Instruksi Publik pada Kabinet Mussolini pertama, keluar
dari reformasi pendidikan karena berpegang pada prinsip-prinsip filsafat
idealisme sebagai perlawanan terhadap dua aliran yang hidup di negara itu
sebelumnya, yaitu positivisme dan naturalisme.[2]
Idealisme sangat concern tentang
keberadaan sekolah.Aliran inilah satu-satunya yang melakukan oposisi secara
fundamental terhadap naturalisme. Pendidikan harus terus eksis sebagai lembaga
untuk proses pemasyarakatan manusia sebagai kebutuhan spiritual, dan tidak
sekadar kebutuhan alam semata. Gerakan filsafat idealisme pada abad ke-19
secara khusus mengajarkan tentang kebudayaan manusia dan lembaga kemanuisaan
sebagai ekspresi realitas spiritual.
Para murid yang menikmati pendidikan di
masa aliran idealisme sedang gencar-gencarnya diajarkan, memperoleh pendidikan
dengan mendapatkan pendekatan (approach) secara
khusus. Sebab, pendekatan dipandang sebagai cara yang sangat penting. Giovanni
Gentile pernah mengemukakan, “Para guru tidak boleh berhenti hanya di tengah
pengkelasan murid, atau tidak mengawasi satu persatu muridnya atau tingkah
lakunya. Seorang guru mesti masuk ke dalam pemikiran terdalam dari anak didik,
sehingga kalau perlu ia berkumpul hidup bersama para anak didik. Guru jangan
hanya membaca beberapa kali spontanitas anak yang muncul atau sekadar ledakan
kecil yang tidak banyak bermakna.
Bagi aliran idealisme, anak didik merupakan
seorang pribadi tersendiri, sebagai makhluk spiritual. Mereka yang menganut paham
idealisme senantiasa memperlihatkan bahwa apa yang mereka lakukan merupakan
ekspresi dari keyakinannya, sebagai pusat utama pengalaman pribadinya sebagai
makhluk spiritual. Tentu saja, model pemikiran filsafat idealisme ini dapat
dengan mudah ditransfer ke dalam sistem pengajaran dalam kelas. Guru yang
menganut paham idealisme biasanya berkeyakinan bahwa spiritual merupakan suatu
kenyataan, mereka tidak melihat murid sebagai apa adanya, tanpa adanya
spiritual.
Sejak idealisme sebagai paham filsafat pendidikan
menjadi keyakinan bahwa realitas adalah pribadi, maka mulai saat itu dipahami
tentang perlunya pengajaran secara individual.Pola pendidikan yang diajarkan
fisafat idealisme berpusat dari idealisme.Pengajaran tidak sepenuhnya berpusat
dari anak, atau materi pelajaran, juga bukan masyarakat, melainkan berpusat
pada idealisme.Maka, tujuan pendidikan menurut paham idealisme terbagai atas
tiga hal, tujuan untuk individual, tujuan untuk masyarakat, dan campuran antara
keduanya.
Pendidikan idealisme untuk individual
antara lain bertujuan agar anak didik bisa menjadi kaya dan memiliki kehidupan
yang bermakna, memiliki kepribadian yang harmonis dan penuh warna, hidup
bahagia, mampu menahan berbagai tekanan hidup, dan pada akhirnya diharapkan
mampu membantu individu lainnya untuk hidup lebih baik. Sedangkan tujuan
pendidikan idealisme bagi kehidupan sosial adalah perlunya persaudaraan sesama
manusia. Karena dalam spirit persaudaraan terkandung suatu pendekatan seseorang
kepada yang lain. Seseorang tidak sekadar menuntuk hak pribadinya, namun
hubungan manusia yang satu dengan yang lainnya terbingkai dalam hubungan
kemanusiaan yang saling penuh pengertian dan rasa saling menyayangi.Sedangkan
tujuan secara sintesis dimaksudkan sebagai gabungan antara tujuan individual
dengan sosial sekaligus, yang juga terekspresikan dalam kehidupan yang
berkaitan dengan Tuhan.
Guru dalam sistem pengajaran yang menganut
aliran idealisme berfungsi sebagai: (1) guru adalah personifikasi dari
kenyataan si anak didik; (2) guru harus seorang spesialis dalam suatu ilmu
pengetahuan dari siswa; (3) Guru haruslah menguasai teknik mengajar secara
baik; (4) Guru haruslah menjadi pribadi terbaik, sehingga disegani oleh para
murid; (5) Guru menjadi teman dari para muridnya; (6) Guru harus menjadi pribadi
yang mampu membangkitkan gairah murid untuk belajar; (7) Guru harus bisa
menjadi idola para siswa; (8) Guru harus rajin beribadah, sehingga menjadi
insan kamil yang bisa menjadi teladan para siswanya; (9) Guru harus menjadi
pribadi yang komunikatif; (10) Guru harus mampu mengapresiasi terhadap subjek
yang menjadi bahan ajar yang diajarkannya; (11) Tidak hanya murid, guru pun
harus ikut belajar sebagaimana para siswa belajar; (12) Guru harus merasa
bahagia jika anak muridnya berhasil; (13) Guru haruslah bersikap demokratis dan
mengembangkan demokrasi; (14) Guru harus mampu belajar, bagaimana pun
keadaannya.
Kurikulum yang digunakan dalam pendidikan
yang beraliran idealisme harus lebih memfokuskan pada isi yang objektif. Pengalaman
haruslah lebih banyak daripada pengajaran yang textbook. Agar pengetahuan dan
pengalamannya senantiasa aktual.
Power (1982:89) mengemukakan implikasi filsafat pendidikan idealisme
sebagai berikut :[3]
1). Tujuan Pendidikan
Pendidikan formal dan
informal bertujuan membentuk karakter, dan mengembangkan bakat atau kemampuan
dasar, serta kebaikan sosial
2). Kedudukan Siswa
Bebas untuk
mengembangkan kepribadian dan kemampuan dasarnya/bakatnya.
3). Peranan Guru
Bekerja sama dengan
alam dalam proses pengembangan manusia, terutama bertanggung jawab dalam
menciptakan lingkungan pendidikan siswa
4). Kurikulum
Pendidikan liberal
untuk pengembangan kemampuan rasional, dan pendidikan praktis untuk memproleh
pekerjaan
5). Metode
Diutamakan metode
dialektika, tetapi metode lain yang efektif dapat dimanfaatkan
Menurut Kant, guru harus memandang anak sebagai tujuan, bukan sabagai alat.
Guru harus bertanya pada dirinya sendiri, apakah ia merupakan contoh yang baik
untuk diterima oleh siswanya. Idealisme memiliki tujuan pendidikan yang pasti
dan abadi, dimana tujuan itu berada di luar kehidupan sekarang ini. Tujuan
pendidikan idealisme akan berada di luar kehidupan manusia itu sendiri, yaitu
manusia yang mampu mencapai dunia cita, manusia yang mampu mencapai dan
menikmati kehidupan abadi, yang berasal dari Tuhan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ajaran filsafat adalah
hasil pemikiran sesorang atau beberapa ahli filsafat tentang sesuatu secara
fundamental. Dalam memecahkan suatu masalah terdapat pebedaan di dalam
penggunaan cara pendekatan, hal ini melahirkan kesimpulan-kesimpulan yang
berbeda pula, walaupun masalah yang dihadapi sama. Perbedaan ini dapat
disebabkan pula oleh factor-faktor lain seperti latar belakang pribadi para
ahli tersebut, pengaruh zaman, kondisi dan alam pikiran manusia di suatu
tempat.
Tokoh – tokoh ajaran
aliran filsafat adalah : Plato (427-374
SM) , J. G. Fichthe (1762-1914 M) , F. W. S. Schelling (1775-1854 M) , G. W. F.
Hegel (1770-1031).
Aliran filsafat idealisme terbukti cukup banyak memperhatikan masalah-masalah
pendidikan, sehingga cukup berpengaruh terhadap pemikiran dan praktik
pendidikan.
B. Saran
Untuk menyempurnakan makalah ini, penulis mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca atau pihak yang menggunakan makalah ini.
Berpegang pada prinsip tidak ada gading yang tidak retak dan tidak ada final
dalam ilmu. Dengan kerendahan hati penulis menyadari masih banyak kekurangan
dalam makalah ini, dengan senang hati kritik dan saran dan pandangan dari
berbagai pihak untuk menyempurnakan makalah ini. Atas perhatiannya kami ucapkan
terimakasih.
DAFTAR
PUSTAKA
Achmadi asmoro. 1994. filsafat
umum. jakarta : PT RajaGrafindo
Persada
Amri Amsal. 2007. studi filsafat pendidikan. banda aceh
:Yayasan PENA Banda Aceh
Jalaluddin, Dkk. 1997. filsafat
pendidikan. palembang : gaya media
pratama
[1] Prof.Dr.H. jalaluddin, Dkk, 1997,
filsafat pendidikan : (palembang : gaya media pratama ), hal.51
perlu pembahasan yg lebih detail lgi, terima kasih
BalasHapusTERIMA KASIH, SUDAH BELAJAR DARI ARTIKEL INI SAYA
BalasHapusmaaf bg, gue cules :V
BalasHapus