NEGARA HUKUM, NEGARA DEMOKRASI DAN HAM
A.
Demokrasi, HAM, dan Negara
HAM dan demokrasi merupakan konsepsi kemanusiaan dan relasi sosial yang
dilahirkan dari sejarah peradaban manusia di seluruh penjuru dunia. HAM dan demokrasi
juga dapat dimaknai sebagai hasil perjuangan manusia untuk mempertahankan dan
mencapai harkat kemanusiaannya, sebab hingga saat ini hanya konsepsi HAM dan demokrasilah
yang terbukti paling mengakui dan menjamin harkat kemanusiaan.
Konsepsi HAM dan demokrasi dapat dilacak secara teologis berupa relativitas
manusia dan kemutlakan Tuhan. Konsekuensinya, tidak ada manusia yang dianggap
menempati posisi lebih tinggi, karena hanya satu yang mutlak dan merupakan prima
facie, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Semua manusia memiliki potensi untuk
mencapai kebenaran, tetapi tidak mungkin kebenaran mutlak dimiliki oleh
manusia, karena yang benar secara mutlak hanya Tuhan. Maka semua pemikiran
manusia juga harus dinilai kebenarannya secara relatif. Pemikiran yang
mengklaim sebagai benar secara mutlak, dan yang lain berarti salah secara
mutlak, adalah pemikiran yang bertentangan dengan kemanusiaan dan ketuhanan.
Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan
seperangkat hak yang menjamin derajatnya sebagai manusia. Hak-hak inilah yang
kemudian disebut dengan hak asasi manusia, yaitu hak yang diperoleh sejak
kelahirannya sebagai manusia yang merupakan karunia Sang Pencipta. Karena
setiap manusia diciptakan kedudukannya sederajat dengan hak-hak yang sama, maka
prinsip persamaan dan kesederajatan merupakan hal utama dalam interaksi sosial.
Namun kenyataan menunjukan bahwa manusia selalu hidup dalam komunitas sosial
untuk dapat menjaga derajat kemanusiaan dan mencapai tujuannya. Hal ini tidak
mungkin dapat dilakukan secara individual. Akibatnya, muncul struktur sosial.
Dibutuhkan kekuasaan untuk menjalankan organisasi sosial tersebut.
Kekuasaan dalam suatu organisasi dapat diperoleh berdasarkan legitimasi
religius, legitimasi ideologis eliter atau pun legitimasi pragmatis. Namun
kekuasaan berdasarkan legitimasi-legitimasi tersebut dengan sendirinya mengingkari kesamaan dan
kesederajatan manusia, karena mengklaim kedudukan lebih tinggi sekelompok
manusia dari manusia lainnya. Selain itu, kekuasaan yang berdasarkan ketiga
legitimasi diatas akan menjadi kekuasaan yang absolut, karena asumsi dasarnya
menempatkan kelompok yang memerintah sebagai pihak yang berwenang secara
istimewa dan lebih tahu dalam menjalankan urusan kekuasaan negara. Kekuasaan
yang didirikan berdasarkan ketiga legitimasi tersebut bisa dipastikan akan
menjadi kekuasaan yang otoriter.
Konsepsi demokrasilah yang memberikan landasan dan mekanisme kekuasaan
berdasarkan prinsip persamaan dan kesederajatan manusia. Demokrasi menempatkan
manusia sebagai pemilik kedaulatan yang kemudian dikenal dengan prinsip
kedaulatan rakyat. Berdasarkan pada teori kontrak sosial, untuk memenuhi
hak-hak tiap manusia tidak mungkin dicapai oleh masing-masing orang secara
individual, tetapi harus bersama-sama. Maka dibuatlah perjanjian sosial yang
berisi tentang apa yang menjadi tujuan bersama, batas-batas hak individual, dan
siapa yang bertanggungjawab untuk pencapaian tujuan tersebut dan menjalankan
perjanjian yang telah dibuat dengan batas-batasnya. Perjanjian tersebut
diwujudkan dalam bentuk konstitusi sebagai hukum tertinggi di suatu negara (the supreme law of the land), yang
kemudian dielaborasi secara konsisten dalam hukum dan kebijakan negara. Proses
demokrasi juga terwujud melalui prosedur pemilihan umum untuk memilih wakil
rakyat dan pejabat publik lainnya.
Konsepsi HAM dan demokrasi dalam perkembangannya sangat terkait dengan
konsepsi negara hukum. Dalam sebuah negara hukum, sesungguhnya yang memerintah
adalah hukum, bukan manusia. Hukum dimaknai sebagai kesatuan hirarkis tatanan
norma hukum yang berpuncak pada konstitusi. Hal ini berarti bahwa dalam sebuah
negara hukum menghendaki adanya supremasi konstitusi. Supremasi konstitusi
disamping merupakan konsekuensi dari konsep negara hukum, sekaligus merupakan
pelaksanaan demokrasi karena konstitusi adalah wujud perjanjian sosial
tertinggi.
Selain itu, prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat dapat menjamin peran
serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, sehingga setiap peraturan
perundang-undangan yang diterapkan dan ditegakkan benar-benar mencerminkan perasaan
keadilan masyarakat. Hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak
boleh ditetapkan dan diterapkan secara sepihak oleh dan atau hanya untuk
kepentingan penguasa. Hal ini bertentangan dengan prinsip demokrasi. Hukum
tidak dimaksudkan untuk hanya menjamin kepentingan beberapa orang yang
berkuasa, melainkan menjamin kepentingan keadilan bagi semua orang. Dengan
demikian negara hukum yang dikembangkan bukan absolute rechtsstaat,
melainkan democratische rechtsstaat.
B.
Perkembangan Demokrasi dan HAM
Sejak awal abad ke-20, gelombang aspirasi ke arah kebebasan
dan kemerdekaan umat manusia dari penindasan penjajahan meningkat tajam dan
terbuka dengan menggunakan pisau demokrasi dan hak asasi manusia sebagai
instrumen perjuangan yang efektif dan membebaskan. Puncak perjuangan
kemanusiaan itu telah menghasilkan perubahan yang sangat luas dan mendasar pada
pertengahan abad ke-20 dengan munculnya gelombang dekolonisasi di seluruh dunia
dan menghasilkan berdiri dan terbentuknya negara-negara baru yang merdeka dan
berdaulat di berbagai belahan dunia. Perkembangan demokratisasi kembali terjadi
dan menguat pasca perang dingin yang ditandai runtuhnya kekuasaan komunis Uni
Soviet dan Yugoslavia. Hal ini kemudian diikuti proses demokratisasi di
negara-negara dunia ketiga pada tahun 1990-an.
Semua peristiwa yang mendorong munculnya
gerakan kebebasan dan kemerdekaan selalu mempunyai ciri-ciri hubungan kekuasaan
yang menindas dan tidak adil, baik dalam struktur hubungan antara satu bangsa
dengan bangsa yang lain maupun dalam hubungan antara satu pemerintahan dengan
rakyatnya. Dalam wacana perjuangan untuk kemerdekaan dan hak asasi manusia
pada awal sampai pertengahan abad ke-20 yang menonjol adalah perjuangan mondial
bangsa-bangsa terjajah menghadapi bangsa-bangsa penjajah. Karena itu, rakyat di
semua negara yang terjajah secara mudah terbangkitkan semangatnya untuk secara
bersama-sama menyatu dalam gerakan solidaritas perjuangan anti penjajahan.
Sedangkan yang lebih menonjol selama
paruh kedua abad ke-20 adalah perjuangan rakyat melawan pemerintahan yang
otoriter. Wacana demokrasi dan kerakyatan di suatu negara, tidak mesti identik
dengan gagasan rakyat di negara lain yang lebih maju dan menikmati kehidupan
yang jauh lebih demokratis. Karena itu, wacana demokrasi dan hak asasi manusia
di zaman sekarang juga digunakan, baik oleh kalangan rakyat yang merasa
tertindas maupun oleh pemerintahan negara-negara lain yang merasa
berkepentingan untuk mempromosikan demokrasi dan hak asasi manusia di
negara-negara lain yang dianggap tidak demokratis.
C.
Kewajiban Perlindungan dan Pemajuan HAM
Konsepsi HAM yang pada awalnya menekankan pada hubungan vertikal, terutama
dipengaruhi oleh sejarah pelanggaran HAM yang terutama dilakukan oleh negara,
baik terhadap hak sipil-politik maupun hak ekonomi, sosial, dan budaya. Sebagai
konsekuensinya, disamping karena sudah merupakan tugas pemerintahan, kewajiban
utama perlindungan dan pemajuan HAM ada pada pemerintah. Hal ini dapat kita
lihat dari rumusan-rumusan dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia,
Konvenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, serta Konvenan Internasional tentang Hak Ekonomi,
Sosial dan Budaya, yang merupakan pengakuan negara terhadap hak asasi manusia
sebagaimana menjadi substansi dari ketiga instrumen tersebut. Konsekuensinya,
negara-lah yang terbebani kewajiban perlindungan dan pemajuan HAM. Kewajiban
negara tersebut ditegaskan dalam konsideran “Menimbang” baik dalam Konvenan
Internasional tentang Hak Sipil dan Politik maupun Konvenan Internasional tentang
Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Dalam hukum nasional, Pasal 28I ayat (4) UUD
1945 menyatakan bahwa perlindungan,
pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM adalah tanggungjawab negara, terutama
Pemerintah.
Dengan berkembangnya konsepsi HAM yang juga meliputi hubungan-hubungan
horisontal mengakibatkan perluasan kategori pelanggaran HAM dan aktor
pelanggarnya. Hak atas informasi dan hak partisipasi dalam pembangunan misalnya
tidak hanya menjadi kewajiban negara, tetapi juga menjadi tanggungjawab
korporasi-korporasi yang dalam aktivitasnya bersinggungan dengan kehidupan
masyarakat. Keberadaan perusahaan-perusahaan mau tidak mau membawa dampak dalam
kehidupan masyarakat yang sering kali mengakibatkan berkurangnya hak asasi
manusia.
Persinggungan antara Korporasi dengan Hak Asasi Manusia paling tidak
terkait dengan hak atas lingkungan yang bersih dan sehat, hak atas ketersediaan
dan aksesibilitas terhadap sumber daya alam dan hak-hak pekerja. Secara lebih
luas struktur hubungan kekuasaan yang bersifat horizontal antara produsen juga
memiliki potensi dan peluang terjadinya tindakan-tindakan sewenang-wenang
terhadap pihak konsumen yang mungkin diperlakukan sewenang-wenang dan tidak
adil.
DAFTAR PUSTAKA
- www.jimly.com/.../2/DEMOKRASI_DAN_HAK_ASASI_MANUSIA.doc
- http://jhon-solution.blogspot.com/2008/10/korelasi-demokrasi-dan-ham-serta.html
- http://gendovara.com/indonesia-negara-demokrasi-%C2%BD-hati/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar