Kamis, 16 Mei 2013

TUGAS DAN WEWENANG MAJELIS PERMUSYAWATAN RAKYAT (DPR)


TUGAS DAN WEWENANG MAJELIS
PERMUSYAWATAN RAKYAT (DPR)

Dalam menjelaskan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia haruslah dilihat tugas dan wewenang yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945. Sehingga pembahasan akan lebih tajam dan mengkerucut.
Dan tugas dan wewenang ini akan dibagi kedalam dua periode Undang-Undang Dasar 1945. Periode tersebut adalah  sebelum perubahan Undang-Undang Dasar dan setelah Perubahan Undang-Undang Dasar.

MPR sebagai suatu lembaga negara merupakan badan yang merupakan pelaksana kedaulatan rakyat di Republik Indonesia sebelum diadakan Perubahan Undang-Undang Dasar 1945. Setelah diadakan perubahan maka terjadilah perubahan pada Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. MPR sebagai lembaga penjelamaan seluruh rakyat Indonesia, dan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara yang sama kedudukannya dengan negara lain.     
Sebelum Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 tugas dan wewenang MPR dicantumkan dalam UUD 1945 dan juga TAP MPR. Sedangkan setelah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 maka tidak ada lagi pengaturan tugas dan wewenang yang diatur dalam Ketetapan MPR. Setelah satu tahun berjalan disahkanlah undang-undang tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD baru dijelaskan tugas dan wewenang MPR.

a)       Tugas MPR Sebelum Perubahan UUD 1945
Tugas Majelis Permusyawaratan Rakyat sebelum Perubahan UUD 1945 ada didalam pasal 3 dan pasal 6 UUD 1945 serta pasal 3 Ketetapan MPR No. 1/MPR/ 1983, dan dinyatakan sebagai berikut:
  1. menetapkan Undang Undang Dasar
  2. menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara.
  3. memilih (dan mengangkat) presiden dan wakil Presiden.
Dalam tugas MPR ini dapat dipelajari bahwa tugas MPR sebagai suatu lembaga negara meliputi tiga. Tugas ini tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945.  Sebagai lembaga pemegang kedaulatan Rakyat dalam UUD 1945 maka MPR mempunyai tugas yang besar yaitu membuat Undang-Undang Dasar. Dan tugas inilah yang pada masa sebelum Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 belum pernah dilaksanakan oleh Majelis Permusyawatan Rakyat.
Dalam amanat sidang BPUPKI yang para founding fathers menyatakan bahwa Undang-Undang Dasar 1945 adalah Undang Undang Dasar kilat. Perlu diadakan Undang-Undang Dasar baru yang lebih baik dan jika negara dalam keadaan aman. Hal ini dapat kita lihat dalam pidato dari ketua PPKI Ir. Soekarno yang mengatakan:
“… tuan-tuan semuanya tentu mengerti, bahwa Undang Undang Dasar yang  (kita) buat sekarang ini adalah Undang-Undang Dasar sementara. Kalau boleh saya memakai perkataan: ini adalah Undang-Undang Dasar kilat. Nanti kalau telah bernegara didalam suasana yang lebih tenteram, kita tentu akan mengumpulkan kembali Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dapat membuat Undang-Undang Dasar yang lebih lengkap dan lebih sempurna.
        Tuan-tuan tentu mengerti, bahwa ini adalah sekedar Undang-Undang Dasar sementara. Undang- Undang Dasar  kilat, bahwa barangkali boleh dikatakan pula, inilah revolutie-grondwet. Nanti kita membuat Undang-Undang Dasar yang lebih sempurna dan lengkap. Harap diingat benar-benar oleh tuan-tuan, agar supaya kita ini hari bisa selesai dengan Undang-Undang Dasar ini. “

b)       Wewenang MPR Sebelum Perubahan UUD 1945
Sedangkan wewenang MPR menurut Prof Sri Soemantri bahwa jika diteliti dalam UUD 1945 maka Undang Undang Dasar 1945 hanya mengatur satu wewenang saja, yaitu dalam pasal 37. Dan setelah adanya ketetapan MPR  No. 1/MPR/1983 dapat kita lihat bahwa wewenang MPR tidak hanya itu saja. Dalam pasal 4 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat MPR No 1/MPR/1983  kewenangan MPR ada  sembilan, yaitu:
1.              membuat putusan-putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh lembaga negara yang lain, termasuk penetapan Garis-Garis Besar Haluan Negara yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Presiden/Mandataris.
2.              Memberikan penjelasan yang bersifat penafsiran terhadap putusan-putusan Majelis.
3.              Menyelesaikan pemilihan dan selanjutnya mengangkat Presiden Wakil Presiden.
4.              Meminta pertanggungjawaban dari Presiden/ Mandataris mengenai pelaksanaan Garis-Garis Besar Haluan Negara dan menilai pertanggungjawaban tersebut.
5.              Mencabut mandat dan memberhentikan Presiden dan memberhentikan Presiden dalam masa jabatannya apabila Presiden/mandataris sungguh-sungguh melanggar Haluan Negara dan/atau Undang-Undang Dasar.
6.              Mengubah undang-Undang Dasar.
7.              Menetapkan Peraturan Tata Tertib Majelis.
8.              Menetapkan Pimpinan Majelis yang dipilih dari dan oleh anggota.
9.              Mengambil/memberi keputusan terhadap anggota yang melanggar sumpah/janji anggota.

Ada satu kewenangan yang sudah dicantumkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 akan tetapi lebih sering disebut dengan kekuasaan atau kedaulatan. Dalam pasal 1 ayat 3 disebutkan bahwa ”Kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”. Kekuasaan dalam bahasa Inggris disebut Power merupakan Great Authority,  atau dapat diartikan sebagai kewenangan yang sangat besar/terbesar. Hal ini dapat dilihat dalam beberapa Undang-Undang Dasar di negara lain seperti Cina, Venezuela dan Amerika Serikat yang menggunakan kata power sebagai kewenangan lembaga negaranya.



Tugas dan wewenang Majelis Permusyaratan Rakyat tidaklah banyak berkurang setelah perubahan UUD, akan tetapi dampaknya sangat besar terhadap lembaga MPR. Karena  Majelis Permusyawaratan Rakyat kedudukannya sama dengan dengan lembaga negara yang lain.
            Hal yang sangat mendasar adalah dicabutnya kewenangan MPR dalam hal melaksanakan kedaulatan rakyat dan dicabutnya tugas  untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden.  Sehingga Majelis Permusyawaratan Rakyat tidaklah lagi menjadi lembaga tertinggi negara.

 Tugas MPR Sesudah  Amandemen UUD 1945
            Dalam Perubahan UUD 1945, tugas dan wewenang Majelis Permusyawaratan Rakyat berubah. Dengan berubahnya konsep lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat maka berubah pula  beberapa tugas dan wewenangnya. Tugas MPR setelah Amandemen UUD 1945 adalah
  1. Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/ atau Wakil Presiden (Pasal  3 ayat 2 Perubahan  III UUD 1945).
  2. Melakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk diambil putusan pada sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 2003 (pasal I Aturan Tambahan Perubahan ke IV UUD 1945).
Ad. 1. Tugas Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam hal ini adalah tugas formal atau upacara yang harus dilakukan jika telah dipilih Presiden dan Wakil Presiden dalam Pemilihan Umum. Tugas MPR ini merupakan konsekuensi dari Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 yang  mewajibkan Pemilihan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat. Melantik bukanlah wewenang dari MPR karena jika telah dipilih Presiden dan Wakil Presiden dalam Pemilihan Umum, maka kewajiban dari MPR adalah melantik Presiden dan Wakil Presiden RI. Seharusnya dijelaskan secara tegas mengenai kewajiban ini sehingga tidak menimbulkan beberapa interprestasi yang menyimpang  seperti jika Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak mau melantik Presiden dan Wakil Presiden yang terpilih dalam pemilihan langsung oleh rakyat maka konsekuensinya bagaimana, apakah sah atau tidak Presiden dan Wakil Presiden. Sedangkan jika tidak ada yang mengesahkan maka Presiden dan Wakil Presiden terpilih akan cacat hukum karena belum dilantik oleh lembaga yang berwenang yang diberi kekuasaan untuk melantik. Dan apakah Majelis Permusyawaratan Rakyat melanggar Undang-Undang Dasar jika tidak mau melantik Presiden dan Wakil Presiden terpilih.
Ad.2. Tugas Majelis melakukan peninjauan materi dan status hukum Ketetapan MPRS dan MPR merupakan tugas sementara yang dibebankan kepada MPR oleh Undang-Undang Dasar. Pasal I Aturan Tambahan menyatakan bahwa MPR harus “melakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk diambil putusan pada sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 2003”. Sementara disini terletak pada kalimat akan diambil putusan pada sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 2003, jika telah diambil putusannya maka tugas ini berakhir dengan sendirinya.
Dalam Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 maka dapat disimpulkan tugas Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak dijelaskan secara  jelas. Apakah ketentuan tersebut tugas atau bukan tapi secara definitif, tugas adalah kewajiban atau sesuatu yang wajib dikerjakan atau ditentukan untuk dilakukan.


DAFTAR PUSTAKA


TUJUAN DAN PROGRAM HIDUP MANUSIA


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Islam menjelaskan makna hidup yang hakiki melalui perbandingan dua ayat yang sangat kontras, seperti dicontohkan di dalam Alquran. Seorang yang telah mati menurut mata lahir kita, bahkan telah terkubur ribuan tahun, jasadnya telah habis dimakan cacing dan belatung lalu kembali menjadi tanah, namanya sudah hampir dilupakan orang. Tetapi yang mengherankan, Allah SWT memandangnya masih hidup dan mendapat rezeki di sisi-Nya serta melarang kepada kita menyebut mati kepada orang tersebut. Hal ini dapat kita lihat dalam (Q.S 3: 169). "Janganlah kalian menyangka orang-orang yang gugur di jalan Allah itu telah mati, bahkan mereka itu hidup dan mendapat rezeki di sisi Allah." Sebaliknya ada orang yang masih hidup menurut mata lahir kita, masih segar-bugar, masih bernapas, jantungnya masih berdetak, darahnya masih mengalir, matanya masih berkedip, tetapi justru Allah menganggapnya tidak ada dan telah mati, seperti disebutkan dalam firmannya "Tidak sama orang yang hidup dengan orang yang sudah mati. Sesungguhnya Allah SWT mendengar orang yang dikehendaki-Nya, sedangkan kamu tidak bisa menjadikan orang-orang yang di dalam kubur bisa mendengar," (QS Al-Fathir 22). Maksud ayat ini menjelaskan Nabi Muhammad tidak bisa memberi petunjuk kepada orang-orang musyrikin yang telah mati hatinya.
B.     Tujuan Hidup Manusia
Ada sebuah ungkapan yang pernah saya baca; “Orang bodoh hidup untuk makan, namun orang bijak makan untuk hidup.” Lantas apakah tujuan hidup orang bijak? Apakah hanya untuk bertahan hidup? Padahal kehidupan bukanlah akhir dan tidak dapat mengakhiri dirinya sendiri, lantas apa tujuan hidup ini?
Para ahli fikir merumuskan masalah ini dengan 3 pertanyaan dasar; Darimana, kemana, dan mengapa? Artinya, saya darimana, akan kemana, lantas mengapa saya ada disini?
Bagi mereka yang tidak mempercayai adanya Tuhan, yakni orang Ateis, hanya yakin terhadap materi yang terindera. Menurut mereka sesuatu itu ada jika terdeteksi oleh indera, jika tidak maka ia adalah fiksi. Alam semesta beserta isinya bagi mereka – terjadi begitu saja – kebetulan yang yang indah. Dan manusia tidak ubahnya bagai binatang dan tumbuhan, hidup dalam jangkau waktu tertentu kemudian mati.
Sehingga dalam pandangan mereka, dunia inilah awal dan akhir dan ini semua terjadi begitu saja tanpa ada keterlibatan Tuhan, karena mereka meyakini alam mempunyai mekanisme sendiri untuk mengatur dirinya sendiri.[1]


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Arti Hidup dalam Islam
Ulama besar, Muhammad Al Ghazali, pernah berkata bahwa pemahaman hidup yang dangkal adalah sebuah tindak ‘kriminal’ yang keji. Disebut demikian karena pemahaman yang dangkal ini akan membawa kepada ketersesatan dari jalan menuju akhirat yang bahagia. Semisal, jika seseorang memandang hidup dengan dangkal, boleh jadi ia akan menghalalkan segala cara untuk memperoleh harta, tidak memperdulikan apakah itu halal ataukah haram.[2]
Makna hidup dalam tinjauan Islam paling tidak meliputi pemahaman bahwa:
1.      Hidup ini kesemuanya adalah ujian dari Allah SWT
Hidup adalah untuk menguji apakah seorang manusia bersyukur atau kufur kepada Allah SWT.Allah berfirman dalam QS Al Mulk [67] : 2 yang terjemahnya, ” (ALLAH) yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya, dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.
Ujian dalam hidup kita bukan saja kesulitan ataupun musibah, namun juga berupa nikmat atau kemudahan dari Allah SWT, seperti keluarga, suami, istri, anak-anak, harta, kekuasaan, pangkat, dsb.
Kita bisa meneladani Nabi Sulaiman as. yang diberikan nikmat luar biasa oleh Allah SWT. Allah SWT memberikan kerajaan yang sangat kaya, luas dan besar, yang pasukannya terdiri dari manusia, jin, hewan, dan angin. Semua kenikmatan itu tidak menjadi Nabi Sulaiman as menjadi sombong kemudian mengingkari Allah SWT, namun menjadikannya sering ber-muhasabah, melakukan introspeksi diri, berhati-hati jangan sampai menjadi kufur kepada Allah SWT, sehingga tidak berujung kepada murka Allah sebagaimana dalam QS. Ibrahim [14]:7, “ dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.
Allah akan menguji manusia melalui hal-hal sebagai berikut sesuai dengan QS Al Baqarah [2]:155-156 sbb,
dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan, dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”.
2.      Kehidupan dunia ini lebih rendah dibandingkan kehidupan akhirat.
Sebagaimana dalam QS Adh Dhuha [93]:4, “ dan sesungguhnya hari kemudian (akhirat) itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang (permulaan). ”
Atau dalam QS Ali ‘Imran [3]:14, “ dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).
3.      Kehidupan dunia ini hanya sementara
Boleh jadi saat ini kita dalam kondisi sehat wal ‘afiat, gagah, cantik, kulit mulus, dll. Tapi ada saatnya ketika kita kemudian menjadi tua, keriput, lemah, pikun, dan akhirnya dipanggil ke sisi Allah SWT.
Dalam QS Al Mu’min [40]:39, Allah berfirman, “ Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.
Dalam QS Al Anbiyaa [21]:35, “ Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya) dan hanya kepada Kami-lah kamu dikembalikan.
4.      Kehidupan ini adalah ladang amal untuk kesuksesan akhirat
Ali bin Abi Thalib ra. Berkata bahwa sesungguhnya hari ini adalah hari untuk beramal bukan untuk hisab (perhitungan) dan esok (akhirat) adalah hari perhitungan bukan untuk beramal. Ketika seseorang meninggal dunia maka terputuslah semua amal perbuatannya dan ia tinggal menunggu masa untuk mempertanggungjawabkan semua amal perbuatannya di dunia. Bekal kita adalah ibadah kepada Allah SWT. Ibadah bukan sekedar sholat atau zakat, tetapi segala aktivitas hidup kita akan bernilai ibadah jika diniatkan karena Allah SWT.[3]
B.     Analisa Penulis
Fungsi dan kedudukan manusia di dunia ini adalah sebagai khalifah di buini. Tujuan penciptaan manusia di atas dunia ini adalah untuk beribadah. Sedangkan tujuan hidup manusia di dunia ini adalah untuk mendapatkan kesenangan dunia dan ketenangan akhirat. Jadi, manusia, di atas bumi ini adalah sebagai khalifah, yang diciptakan oleh Allah dalam rangka, untuk beribadah kepada-Nya, yang ibadah itu adalah untuk mencapai kesenangan di dunia dan ketenangan di akhirat.
Apa yang harus dilakukan oleh khalifatullah itu di bumi? Dan bagaimanakah manusia melaksanakan ibadah-ibadah tersebut? Serta bagaimanakah manusia bisa mencapai kesenangan duma, dan ketenangan akhirat tersebut? Banyak sekali ayat yang menjelaskan mengenai tip pandangan ini kepada, manusia. Antara lain seperti disebutkan pada Surah Al-Bagarah ayat 30.
Khalifah adalah seseorang yang diberi tugas sebagai pelaksana dari tugas-tugas yang telah ditentukan. Jika manusia sebagai khalifatullah di bumi, maka ia, memiliki tugas-tugas tertentu sesuai dengan tugas-tugas yang telah digariskan oleh Allah selama manusia, itu berada di bumi sebagai khalifatullah.


BAB II
KESIMPULAN

Islam menjelaskan makna hidup yang hakiki melalui perbandingan dua ayat yang sangat kontras, seperti dicontohkan di dalam Alquran. Seorang yang telah mati menurut mata lahir kita, bahkan telah terkubur ribuan tahun, jasadnya telah habis dimakan cacing dan belatung lalu kembali menjadi tanah, namanya sudah hampir dilupakan orang.
Ulama besar, Muhammad Al Ghazali, pernah berkata bahwa pemahaman hidup yang dangkal adalah sebuah tindak ‘kriminal’ yang keji. Disebut demikian karena pemahaman yang dangkal ini akan membawa kepada ketersesatan dari jalan menuju akhirat yang bahagia. Semisal, jika seseorang memandang hidup dengan dangkal, boleh jadi ia akan menghalalkan segala cara untuk memperoleh harta, tidak memperdulikan apakah itu halal ataukah haram.
Fungsi dan kedudukan manusia di dunia ini adalah sebagai khalifah di buini. Tujuan penciptaan manusia di atas dunia ini adalah untuk beribadah. Sedangkan tujuan hidup manusia di dunia ini adalah untuk mendapatkan kesenangan dunia dan ketenangan akhirat. Jadi, manusia, di atas bumi ini adalah sebagai khalifah, yang diciptakan oleh Allah dalam rangka, untuk beribadah kepada-Nya, yang ibadah itu adalah untuk mencapai kesenangan di dunia dan ketenangan di akhirat.


DAFTAR PUSTAKA



[1] http://abibakarblog.com/agama/tujuan-hidup-manusia/
[3] http://dprasetiabudi.wordpress.com/2007/03/06/makna-hidup-dalam-tinjauan-islam/