Kamis, 11 April 2013

MENINGKATKAN EKONOMI PERTANIAN DI INDONESIA


BAB I
PENDAHULUAN

Pertanian di Indonesia sedang berada di persimpangan jalan. Sebagai penunjang kehidupan berjuta-juta masyarakat Indonesia, sektor pertanian memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kukuh dan pesat. Sektor ini juga perlu menjadi salah satu komponen utama dalam program dan strategi pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan. Di masa lampau, pertanian Indonesia telah mencapai hasil yang baik dan memberikan kontribusi penting dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia, termasuk menciptakan lapangan pekerjaan dan pengurangan kemiskinan secara drastis. Hal ini dicapai dengan memusatkan perhatian pada bahan-bahan pokok seperti beras, jagung, gula, dan kacang kedelai. Akan tetapi, dengan adanya penurunan tajam dalam hasil produktifitas panen dari hampir seluruh jenis bahan pokok, ditambah mayoritas petani yang bekerja di sawah kurang dari setengah hektar, aktifitas pertanian kehilangan potensi untuk menciptakan tambahan lapangan pekerjaan dan peningkatan penghasilan.
Walapun telah ada pergeseran menuju bentuk pertanian dengan nilai tambah yang tinggi, pengaruh diversifikasi tetap terbatas hanya pada daerah dan komoditas tertentu di dalam setiap sub-sektor. Pengalaman negara tetangga menekankan pentingnya dukungan dalam proses pergeseran tersebut. Sebagai contoh, di pertengahan tahun 1980-an sewaktu Indonesia mencapai swasembada beras, 41% dari semua lahan pertanian ditanami padi, sementara saat ini hanya 38%; suatu perubahan yang tidak terlalu besar dalam periode 15 tahun. Sebaliknya, penanaman padi dari total panen di Malaysia berkurang setengahnya dari 25% di tahun 1972 menjadi 13% di 1998.
Selain itu seperti tercatat dalam hasil studi baru-baru ini, ranting pemilik usaha kecil/ pertanian industrial, hortikultura, perikanan, dan peternakan, yang sekarang ini berkisar 54% dari semua hasil produksi pertanian, kemungkinan besar akan berkembang menjadi 80% dari pertumbuhan hasil agraris di masa yang akan datang. Panen beras tetap memegang peranan penting dengan nilai sekitar 29% dari nilai panen agraris. Tetapi meskipun disertai dengan tingkat pertumbuhan hasil yang tinggi, panen beras tidak akan dapat mencapai lebih dari 10% nilai peningkatan pertumbuhan hasil.


BAB II
MENINGKATKAN EKONOMI PERTANIAN DI INDONESIA

A.    Perlu Meningkatkan Pendapatan Petani Melalui Diversifikasi Lebih Lanjut.
Diperkirakan sekitar 24 juta hektar lahan kering memiliki potensi yang belum dikembangkan. Rumah tangga miskin di daerah ini memiliki tingkat ketergantungan lebih tinggi pada pertanian, karena sector perekonomian yang bukan berasal dari pertanian tidak dapat berkembang. Diversifikasi di dalam hal ini menjadi penting, begitu pula berbagai kebijakan yang merangsang tumbuhnya usaha peternakan, tumpang sari sayuran, penanaman kembali hutan-hutan di daerah-daerah kecil dengan tumbuhan berkayu dengan nilai tinggi, serta difersifikasi kacang mete atau buah-buahan. Seluruh usaha tersebut dapat berperan serta untuk mencapai penghasilan yang lebih stabil, dan mengurangi tingkat kemiskinan di daerah tersebut.
Terdapat bermacam-macam kesempatan untuk menunjang pertumbuhan di daerah-daerah tersebut. Sebagai contoh, antara tahun 1996-2002, walaupun terjadi krisis ekonomi, konsumsi makanan per kapita di Indonesia meningkat sebanyak 8% secara riil. Peningkatan tersebut dialami oleh bahan makanan dengan nilai tinggi seperti produk peternakan, buah-buahan, sayur-mayur, ikan, lemak dan minyak, dan makanan siap saji. Di lain pihak, konsumsi per kapita bahan makanan dengan nilai rendah malah menurun. Perubahan ini telah mendorong perkembangan pesat supermarket, yang mana telah mempengaruhi struktur produksi pertanian, penyiapan, penanganan dan Pemasaran. Hal yang serupa terjadi dalam ekspansi pesat hasil pertanian biji coklat, kacang mete dan biji kopi, terlebih lagi setelah tahun 1997.
Perkembangan ini menunjukan adanya kebutuhan untuk membentuk kerjasama dengan sektor swasta baik lokal maupun internasional yang menciptakan kesempatan untuk mengurangi beban penyediaan pelayanan dari badan pemerintah. Aspek penting bagi pertanian di daerah-daerah tersebut adalah meningkatnya fokus pada usaha pertanian yang menghasilkan uang dan akhirnya ketertarikan dari pihak swasta untuk membiayai pengembangan ini. Hal ini memerlukan kualitas produksi yang lebih baik. Hal ini tentunya memerlukan mekanisme regulasi pemerintah yang lebih baik (dalam kerjasama dengan pihak swasta), dan juga akses lebih mudah untuk mendapatkan pinjaman bank. Departemen Pertanian dapat mendukung agribisnis dan sistim pemilikan pertanian skala kecil yang kompetitif dan efisien melalui pengembangan rangka kerja efektif yang legal diatur oleh regulasi (misalnya untuk mengamankan hak properti, dan pelaksanaan kontrak) dan institusional, untuk mempromosikan komersialisasi dan integrasi vertikal.

B.     Memperkuat Kapasitas Regulasi
Departemen Pertanian mengatur dan mengawasi berbagai standar yang mempengaruhi produktifitas petani (misalnya mencegah agar pupuk palsu, bibit bermutu rendah, dan pestisida berbahaya tidak beredar di pasar; melaksanakan sistim karantina untuk mencegah penularan penyakit binatang ternak dan tanaman dari luar) dan melindungi konsumen produk pertanian (misalnya melalui inspeksi mutu daging). Kerangka regulasi Indonesia untuk hal-hal tersebut telah cukup berkembang, akan tetapi diperlukan perhatian untuk pembangunan kapasitas, pemeliharaan integritas sistim nasional dengan desentralisasi, dan fokus pada penyediaan bantuan bagi pemilik skala kecil untuk memenuhi ketentuan spesifikasi perdagangan. Pasar swasta tergantung pada lingkungan yang memiliki regulasi efektif dan efisien, termasuk didalamnya pengelompokan kelas mutu dan standar, keamanan makanan, bio-safety, dan regulasi lingkungan hidup, untuk mengurangi harga transaksi. Akan tetapi, regulasi saja tidak mencukupi, harus juga disertai dengan kerjasama bersama para pedagang, pengolah dan penghasil dalam suatu sistim regulasi diri. Departemen Pertanian perlu mendukung adanya sistim regulasi produk pertanian yang kompeten dan fungsional, yang mana juga penting tidak hanya untuk perlindungan dan keamanan konsumer domestik, tetapi juga untuk mendapatkan dan memelihara akses ke pasar internasional, terutama karena negara pengimpor secara bertahap terus memperketat persyaratan kualitas/
keamanan produk makanan. Tanpa adanya perhatian yang khusus, focus peningkatan hasil produktivitas petani demi peningkatan kesejahteraan petani akan gagal apabila ada pembatasan jalur ke pasar.

C.    Meningkatkan Pengeluaran Untuk Penelitian Pertanian
Pertumbuhan produktifitas di daerah pedesaan adalah dasar utama bagi pengentasan kemiskinan di daerah tersebut. Hal ini membutuhkan sistim yang solid dalam proses produksi, adaptasi dan pemerataan teknologi yang dibutuhkan oleh produser berskala kecil. Penelitian pertanian yang kuat dan sistim penyuluhan sangat penting untuk menggerakan produktivitas ke jalur pertumbuhan yang lebih pesat. Sistim penelitian pertanian di Indonesia terdiri dari pusat penelitian komoditas nasional dan institut adaptasi di tingkat wilayah. Akan
tetapi, pengeluaran utnuk penelitian pertanian di Indonesia turun secara drastis sejak awal tahun 1990an dibandingkan dengan negara tetangga. Pengeluaran riil untuk penelitian pertanian umum di 2001 tidak lebih besar dari tahun 1995. Saat ini, kedudukan tingkat pengeluaran untuk penelitian pertanian tersebut, dihitung dalam persentasi dari PDB dan total pengeluaran negara untuk pertanian, termasuk paling rendah di antara negara asia lainnya.
Indonesia menyediakan sekitar 0,1% dari PDB sektor pertanian untuk membiayai penelitian pertanian di dalam negeri (bahkan lebih rendah dibandingkan dengan Bangladesh, dan jauh dibawah tingkat rekomendasi 1%); dan, jika dibandingkan dengan Malaysia dan Thailand yang menyediakan lebih dari 10% dari total pengeluaran negara untuk sektor pertanian untuk mendukung penelitian pertanian, maka porsi di Indonesia kurang dari 4%. Tantangan yang langsung dihadapi di dalam sistim penelitian pertanian adalah untuk: (i) menaikkan tingkat total pengeluaran umum untuk membiayai penelitian berskala nasional walaupun saat ini terdapat berbagai proyek penelitian yang dibatalkan; (ii) menjelaskan tanggung jawab pembiayaan publik untuk institusi adaptasi di tingkat wilayah; (iii) melawan efek desentralisasi atas kenaikan biaya operasional administrasi di tingkat lokal; (iv) meremajakan proporsi besar peneliti senior yang akan segera pensiun; (v) mengintegrasi kapasitas penelitian pertanian sektor swasta sebagai bagian dari strategi nasional; (vi) memperkuat strategi penelitian bioteknologi; dan (vii) sementara menggalakan penggunaan dan penelitian pada berbagai jenis beras, perlu pula menyeimbangkan pengembangan komoditas selain beras.


KATA PENGANTAR

www.siteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/.../agriculture.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar