BAB I
PENDAHULUAN
A.
Pengertian Helenisme
Istilah Helenisme adalah istilah modern
yang diambil dari bahasa Yunani kuno hellenizein yang berarti “berbicara
atau berkelakuan seperti orang Yunani” (to speak or make Greek).
B.
Penggunaan Istilah Helenisme
Helenisme Klasik: Yaitu
kebudayaan Yunani yang berkembang pada abad ke-5 dan ke-4 SM. Helenisme
Secara Umum: Istilah yang menunjuk kebudayaan yang merupakan gabungan
antara budaya Yunani dan budaya Asia Kecil, Syiria, Mesopotamia, dan Mesir yang
lebih tua.
C. Rentang Waktu Masa Hellenis
Lama periode ini
kurang lebih 300 tahun, yaitu mulai 323 SM (Masa Alexander Agung atau
Meninggalnya Aristoteles) hingga 20 SM (Berkembangnya Agama Kresten atau Jaman
Philo)
D. Tentang Helenisme
1.
Helenisme ditandai dengan fakta bahwa perbatasan antara berbagai
negara dan kebudayaan menjadi hilang. Kebudayaan yang berbeda-beda yang ada
pada jaman ini melebur menjadi satu yang menampung gagasan-gagasan agama,
politik, dan ilmu pengetahuan.
2.
Secara umum, ditandai dengan keraguan agama, melarutnya
kebudayaan, dan pesimisme.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Filsafat Helenisme dan Romawi
Pasca
Aristoteles, Filsafat Yunani mengalami penurunan yang signifikan. Pengkajian
tentang filsafat tidak lagi semarak sebagaimana terjadi pada masa-masa
sebelumnya. Hal ini dikarenakan munculnya ilmu-ilmu spesial yang berkembang dan
berdiri sendiri. Seperti ilmu alam, gramatika, filologi, sejarah kesusasteraan
dan lain sebagainya. Keadaan seperti ini menyebabkan ilmu filsafat tidak lagi
menjadi prioritas utama. Di samping itu, dalam fase ini filsafat juga telah
menyimpang dari asas pokoknya, yaitu dari akal ke arah mistik.
Peralihan
filsafat Yunani menjadi filsafat Helen-Romawi disebabkan terutama oleh seorang
yang bernama Alexandros, murid Aristoteles. Tindakannya yang imperialis
menyatukan seluruh dunia Grik ke dalam satu kerajaan Macedonia. Sesudah itu ia
menaklukkan bangsa-bangsa di Asia Minor dan mengembangkan kekuasaannya sampai
ke India. Semuanya itu dijadikan beberapa propinsi kerajaan Macedonia. Bahkan
Imperium Persia, kekaisaran terbesar yang pernah disaksikan dunia, diremukkan
lewat tiga pertempuran.
Keadaan
demikian menyebabkan filsafat Yunani bukan lagi murni produk asli Yunani,
tetapi telah terpengaruh oleh budaya bangsa lain. Adat istiadat kuno bangsa
Babilonia, beserta takhayul kuno mereka menjadi tak asing lagi bagi pemikiran
orang Yunani; demikian pula dualisme Zoroastrian dan agama-agama India, pun
membaur dengan pemikiran Yunani. Dan pada akhirnya malihat kawasan yang
ditaklukkan semakin luas, akhirnya Alexandros memberlakukan kebijakan yang
menganjurkan pembauran secara damai antara bangsa Yunani dengan bangsa lainnya.
Pada era ini,
orang berpaling lagi kepada sistem metafisika yang bercorak keagamaan. Dengan
bersatunya beberapa bangsa yang dipimpin oleh kerajaan Roma, telah merampas
hak-hak bangsa lain yang ingin merdeka. Hal itu menimbulkan lagi pandangan
keagamaan, memupuk lagi hati manusia untuk hidup beragama. Tindakan bala
tentara Roma yang keras dan ganas dapat memperkuat rasa kemanusiaan, dan dipupuk
pula oleh berbagai macam agama lama, yaitu agama Kristen dan Budha. Maka pada
saat itu, ajaran filsafat dan ajaran agama kembali berkontaminasi.[1]
B.
Periode Etik
Periode ini
terdiri dari tiga sekolah filsafat, yaitu Epikuros, Stoa
dan Skeptis. Nama sekolah yang pertama diambil dari kata
pembangun sekolah itu sendiri, yaitu Epikuros. Adapun nama sekolah yang kedua
diambil dari kata”stoa” yang berarti ruang. Sedangkan nama skeptis diberikan
karena mereka kritis terhadap para filosof klasik sebelumnya. Ajarannya
dibangun dari berbagai ajaran lama, kemudian dipilih dan disatukan.
a)
Epikuros (341 SM)
Epikuros
dilahirkan di samos pada tahun 341 SM. Pada tahun 306 ia mulai belajar di
Athena, dan di sinilah ia meninggal pada tahun 270. Filsafat Epikuros diarahkan
pada satu tujuan belaka; memberikan jaminan kebahagiaan kepada manusia.
Epikuros berbeda dengan Aristoteles yang mengutamakan penyelidikan ilmiah, ia
hanya mempergunakan pengetahuan yang diperolehnya dan hasil penyelidikan ilmu
yang sudah ia kenal, sebagai alat untuk membebaskan manusia dari
ketakutan agama. Yaitu rasa takut terhadap dewa-dewa yang ditanam
dalam hati manusia oleh agama Grik lama. Menurut pendapatnya ketakutan kepada
agama itulah yang menjadi penghalang besar untuk memperoleh kesenangan hidup.
Dari sini dapat diketahui bahwa Epikuros adalah penganut paham Atheis.
Epikuros
adalah seorang filosof yang menginginkan arah filsafatnya untuk mencapai
kesenangan hidup. Oleh karena itu tidak heran jika filosof yang satu ini
menganut paham atheis. Hal ini semata-mata ia lakukan untuk mencapai
kebahagiaan yang sempurna, tanpa ada yang membatasi. Menurutnya filsafat
dibagi menjadi tga bagian, yaitu logika, fisika dan etik.
b)
Stoa (340 SM)
Pendirinya
adalah Zeno dari Kition. Ia dilahirkan di Kition pada tahun
340 sebelum Masehi. Awalnya ia hanyalah seorang saudagar yang suka berlayar.
Suatu ketika kapalnya pecah di tengah laut. Dirinya selamat, tapi hartanya
habis tenggelam. Karena itu entah mengapa ia berhenti berniaga dan tiba-tiba
belajar filsafat. Ia belajar kepada Kynia dan Megaria,
dan akhirnya belajar pada academia di bawah pimpinan Xenokrates,
murid Plato yang terkenal.
Setelah
keluar ia mendirikan sekolah sendiri yang disebut Stoa. Nama itu diambil dari
ruangan sekolahnya yang penuh ukiran Ruang, dalam bahasa Grik ialah “Stoa”. Tujuan
utama dari ajaran Stoa adalah menyempurnakan moral manusia. Dalam
literatur lain disebutkan bahwa pokok ajaran etik Stoa adalah bagaimana manusia
hidup selaras dengan keselarasan dunia. Sehingga menurut mereka kebajikan ialah
akal budi yang lurus, yaitu akal budi yang sesuai dengan akal budi dunia. Pada
akhirnya akan mencapai citra idaman seorang bijaksana; hidup sesuai dengan
alam.
Ajarannya
tidak jauh beda dengan Epikuros yang terdiri dari tiga bagian, yaitu logika,
fisika dan etik.
c)
Skeptis
Skeptis
artinya ragu-ragu. Mereka ragu-ragu untuk menerima
ajaran-ajaran yang dari ahli-ahli filsafat sebelumnya. Perlu diperhatikan bahwa
skeptisisme sebagai suatu filsafat bukanlah sekedar keragu-raguan, melaiankan
sesuatu yang bsa disebut keraguan dogmatis. Seorang ilmuwan mengatakan, “saya
kira masalahnya begini dan begitu, tetapi saya tidak yakin.” Seorang yang
memiliki keingintahuan intelektual berujar, “saya tidak tahu bagaimana
masalahnya, tetapi saya akan berusaha mengetahuinya.” Seorang penganut Skeptis
filosofis mengatakan, “tak seorang pun yang mengetahui, dan tak seorang pun
yang akan bisa mengetahui.” Ini merupakan unsur dogmatisme yang menyebabkan
sistem tersebut lemah. Kaum Skeptis, tentu saja, membantah bahwa mereka secara
dogmatis menekankan mustahilnya pengetahuan, namun bantahan mereka tidak
meyakinkan.
Di masa
Helen-Romawi ada dua sekolah Skeptis. Kedua-duanya sama pendiriannya, keduanya
ragu-ragu tentang ajaran kaum klasik yang menyatakan bahwa kebenaran dapat
diketahui. Tetapi dalam hal apa yang dimaksud dengan sikap ragu-ragu itu, kedua
sekolah itu berbeda pahamnya. Sekolah yang satu disebut kaum skeptis
aliran Pyrrhon dari Elis. Pyrrhon lahir pada tahun 360 SM dan
meninggal pada tahun 270 SM. Sekolah yang kedua disebut Skeptis
Akademia, karena aliran ini lahir dalam Akademia yang didirikan oleh
Plato. Aliran ini lahir kira-kira seumur orang sesudah Plato meninggal.[2]
C.
Periode Religi
Pada masa
etik, agama itu dianggap sebagai sesuatu belenggu yang menanam rasa takut dalam
hati manusia. Karena itu agama dipandang sebagai suatu penghalang untuk
memperoleh kesenangan hidup. Dan tujuan filsafat menurut Epikuros dan Stoa
harus merintis jalan ke arah mencapai kesenangan hidup.
Didorong oleh
perasaan dan keadaan bangsa Yunani dan bangsa lainnya yang senantiasa merasa
tertekan di bawah kekuasaan kerajaan Roma, maka ajaran Etik tidak dapat
memberikan jalan keluar. Kemudian perasaan agamalah yang akhirnya muncul
sesudah beberapa abad terpendam dapat mengobati jiwa yang terluka. Mulai dari
sinilah pandangan filsafat berbelok arah, dari otak turun ke hati.
Keinginan
untuk mengabdi kepada Tuhan hidup kembali. Perasaan menyerah kepada Tuhan Yang
Maha Kuasa memberikan kesenangan rohani. Perasaan bimbang hilang, cinta terikat
kepada Tuhan Yang Maha Tinggi.soal rasio tidal ada lagi, soal irasionalisme-lah
yang muncul kemudian. Dengan sendirinya, fakultas filsafat berkembang
ke jurusan mistik. Perasaan mistik tidak dapat dipupuk dengan pikiran
yang rasional, melainkan dengan jiwa yang murni. Pada periode ini, ada tiga
aliran yang berperan, yaitu aliran Neo-Pythagoras, aliran Philon, aliran
Plotinus atau Neo-Platonisme. Tetapi di sini kami hanya menjelaskan dua aliran
saja, yaitu Neo Pythagoras dan Philon, karena aliran Neo Platonisme akan dijelaskan
oleh pemakalah selanjutnya.
a)
Aliran Neo Pythagoras
Dinamakan Neo
Pyithagoras karena ia berpangkal pada ajaran Pyithagoras yang mendidik
kebatinan dengan belajar menyucikan roh. Yang mengajarkannya ialah
mula-mula ialah Moderatus dan Gades, yang hidup dalam abad pertama tahun
masehi. Ajaran itu kemudian diteruskan oleh Nicomachos dari Gerasa.
Untuk
mendidik perasaan cinta dan mengabdi kepada Tuhan, orang harus menghidupkan
dalam perasaannya jarak yang jauh antara Tuhan dan manusia. Makin besar jarak
itu makin besar cinta kepada Tuhan. Dalam mistik ini, tajam sekali dikemukakan
perbedaan antara Tuhan dan manusia, Tuhan dan barang. Bedanya Tuhan dan
manusia digambarkan dalam mistik neo Pythagoras sebagai perbedaan antara yang
sebersih-bersihnya dengan yang bernoda. Yang sebersih-bersihnya adalah Tuhan,
yang bernoda ialah manusia.
Menurut
mereka, Tuhan sendiri tidak membuat bumi ini. sebab apabila Tuhan membuat bumi
ini , berarti ia mempergunakan barang yang bernoda sebagai bahannya. Dunia ini
dibuat oleh pembantunya, yaitu Demiourgos. Kaum ini percaya bahwa jiwa ini akan
hidup selama-lamanya dan pindah-pindah dari angkatan makhluk turun temurun.
Kepercayaan inilah yang menjadi pangkal ajaran mereka tentang inkarnasi.
b)
Philon Alexandreia
Alexandria
terletak di Mesir. Di sana bertemu antara filsafat Yunani yang bersifat
intelektualis dan rasionalis, dan pandangan agama kaum Yahudi yang banyak
mengandung mistik. Pencetusnya adalah Philon. Ia hidup dari 25 SM, sampai 45 M.
ia mencapai umur 70 tahun. Ia adalah seorang pendeta Yahudi, karenanya filsafat
yang dipelajarinya terpengaruh oleh pandangan agama.
Yang
menjadi pokok pandangan filsafatnya ialah hubungan manusia dengan Tuhan.
Baginya Tuhan itu Maha Tinggi tempatnya. Tuhan hanya dapat diketahui oleh
kata-kata-Nya yang terdapat dalam kitab suci, dari alam dan dari sejarah. Tuhan
sendiri tidak dapat diketahui oleh manusia dengan panca inderanya.
Karena Tuhan
itu begitu tinggi kedudukannya, perlulah ada perantara yang menghubungkan Tuhan
dengan alam. Makhluk terutama yang terdekat dengan Tuhan ialah “Logos”.
Logos itu ialah sumber dari segala cita-cita yang sebagai pikiran Tuhan. Logos
juga beredar dalam dunia yang nyata sebagai penjelmaan dari akal Tuhan.
Kewajiban manusia yang pertama, menurut mereka, ialah mengasuh jiwa mendekati
Tuhan. Kesenangan hidup sebesar-besarnya adalah mengabdi kepada Tuhan. Tujuan
tertinggi ialah bersatu dengan Tuhan.[3]
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar