BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asal muasalnya zaman patristik adalah
berawal dari suatu kelompok yang disebut patrisme, patrisme sendiri berasal
{dari kata latin pater yang artinya ”Bapak Gereja” maka disebut dengan patrisme
sendiri dikarnakan adanya sekumpulan para pendeta-pendeta.} Berarti juga
disebut sebagai pujangga-punjangga kristen dalam abad-abad permulaan tarikh
masehi yang meletakkan dasar utama bagi intelektual agama kristen. Awal
berkembangnya agama Kristen pada abad pertama, sudah ada pemikir-pemikir
Kristiani yang menolak filsafat Yunani bersama dengan seluruh kebudayaan kafir,
menurut pandangan mereka, di pandang sebagai hasil pemikiran manusia semata.
Mereka berpendapat bahwa setelah Allah memberikan wahyu kepada manusia, maka
mempelajari filsafat Yunani yang non-Kristen dan non-Yahudi adalah sia-sia
bahkan berbahaya yang mengancam kemurniaan iman krisriani. Salah seorang pemuka
pikiran atau menganut pendirian ini ialah Tertulianus (160-222). Tetapi
pemikir-pemikir Kristen lain ada yang juga mempelajari filsafat Yunani,karena
perkembangan pemikiran yunani itu di pandang sebagai persiapan menuju ke Injil,
kedua macam sikap ini sebenarnya masih tetap menggema di zaman pertengahan.
seperti: Yustinus Martir ([abad ke-2]?-165), Klemens dari Alexandria (150-215),
Origines (185-254). Gregorius dari Nanzianza (330-390), Basilius Agung
(330-379). Gregorius dari Nyssa (335-394) menciptakan suatu sintesa antara
agama Kristen dengan kebudayaan Hellenistik (filsafat Yunani), tanpa
mengorbankan apapun dari kebenaran agama Kristen. Tetapi ada juga
karangan-karangan yang diduga ditulis oleh Dionysios yang sangat berbau
neoplatonis.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Filsafat Patristik
Zaman
ini disebut zaman patristik (dari kata latin pater :bapa, yang di maksud ialah
para bapa gereja). Zaman ini meliputi zaman di antara para rasul abad pertama
hingga kira- kira awal abad ke-8. para pemikir Kristen pada zaman patristik
mengambil sikap bermacam-macam. Ada yang menolak sama sekali filsafat yunani,
karena dipandang sebagai hasil pemikiran manusia semata-mata, bahkan berbahaya
bagi iman kristen. Akan tetapi ada juga yang menerima filsafat yunani. Karena
perkembangan pemikiran yunani itu dipandang sbagai persiapan bagi injil. Kedua
macam sikap ini sebenarnya masih menggema di zaman pertengahan.
Filsafat
ptristik muncul dan berkembang di dua wilayah, yakni: wilayah timur (yunani)
dan wilayah barat (latin).
B. Patristik Timur
Pemikiran
filsafat kristen dimulai dengan orang-orang yang disebut dengan para apologit,
para pembela agama kristen, yang mencoba membela iman kristen terhadap filsafat
yunani, dengan memakai alasan yang diambil dari filsafat yunani itu sendiri.
Di
dalam segala pembelaan ini para apologit memanfaatkan filsasafat yunani.
Yustinus umpamanya menegaskan, bahwa agama kristen bukanlah agama baru, sebab
agama kristen lebih tua dari paa filsafat yunani. Nabi Musa telah menubuatkan
kadatangan kristus. Musa hidup sebelu Plato, padahakl Plato Menurunkan
hikmatnya dari hikmat musa.demikianlah para filsuf yunani telah menimbah mat
dari kitab suci orang yahudi.
Tokoh-tokoh
1)
Irenaeus (202) Menentang Gnostik dengan
alas an yang dialetis dan dengan pembuktian dari kitab suci, dan menunjukkan
bahwa uraian para ahli gnostik banyak yang bertentangan dengan dirinya sendiri,
atau jika dipikirkan lebih lanjut sampai kepada hal-hal yang tidak mungkin.
Umpamanya, Iraeneus menunjukan, bahwa Allah adalah Esa, oleh karena itu tidak
mungkin sejak semula ada sesuatu yang di atasNya ataudi bawahNya.
2)
Klemens dari Aleksrandra ( 150-214)
termasuk aliran yang disebut maszab Aleksandra. pada waktu Aleksandra menjadi
pusat internasional, kebudayaan berkembang disitu, sehingga timbullah hidup
filsafat yang girang.
Suatu tujuan rangkap ingin ia capai, yaitu memberi batasan-batasan kepada ajaran Kristen guna mempertahankan diri terhadap filsafat yunani dan aliran Gnotik dan menerangi ajaran kriten dengan pertolongan filsafat yuanni.
Klemens menerima pendirian mengenai adanya dua macam penciptaan, pertama-tama yang diciptakan adaklah dunia yang tak menampak kemudian diciptakan dunia yang menampak sesuai dengan dunia yang tidak tampak.
Suatu tujuan rangkap ingin ia capai, yaitu memberi batasan-batasan kepada ajaran Kristen guna mempertahankan diri terhadap filsafat yunani dan aliran Gnotik dan menerangi ajaran kriten dengan pertolongan filsafat yuanni.
Klemens menerima pendirian mengenai adanya dua macam penciptaan, pertama-tama yang diciptakan adaklah dunia yang tak menampak kemudian diciptakan dunia yang menampak sesuai dengan dunia yang tidak tampak.
3)
Origenes (185-254). Ia menggantikan
klemens menjadi kepala sekolah kateketik hingga tahun 231 dan memimpin sekolah
kateketik di Kesaria. Origines adalah orang pertama yang memberikan suatu
uraian sistematis tentang teoloogia, persoalannya adalah bagaimana hubungan
iman dan pengetahuan. Menurut aliran Gnotik adalah iman harus dinaikan menjadi
pengetahuan (gnosis), sehingga untuk tidak diperlukan lagi. Menurut Klemen, iman
adalah awal pengetahuan yang harus berkembang menjadi pengetahuan, tetapi
pengetahuan tidak meniadakan iman (iman tidak mempunyai tempat yang pusat).
Pendirian Origines yangterpenting adalah mengenai kehendak bebas, yang dapat
digunakan untuk memperoleh karunia agar dapat diselamatkan oleh Kristus dan
dibimbing kearah kesempurnaan.
4)
Madzhab Aleksandria yang kemudian
melahirkan tkoh-tokoh yang lebih pentig dan besar pengaruhnya di kehidupan
gereja pada waktu itu, yakni: Gregorius Nazianze (390), Basilius yang Agung
pengertian, Gregorius dari Nyssa(395). Mereka adalah para ahli filasafat yang
mempelajari manusia dan Allah sebagai sang pencipta alam semesta. Filsafat ini
mengajarkan bahwa akal dapat mengenal Allah dengan mempelajari hasil
penciptaan, akan tetapi pengetahuan tidak menyelamatkan karena kasih karunia
semata-mata, dimana puncak pengetahuan adalah “memandang Allah sendiri”.
5)
Filsafat Byzantium selama abad
pertengahan melanjutkan tradisi-tradisi filsafat Yunani dan Patristik.
C. Patristik Barat
Dalam
patristik latin kita mekihat bahwa seperti halnya dalam patristik yunani, sejak
semula kita dapati dua macam sikap yang berbeda dalam mengahadapi filsafat.
Tokoh-tokoh
1)
Tertullianus (160-222), buah karyanya
yang ditulis ketika ia masih ortodoks menampakkan bahwa ia menolak filsafat.
Bagi orang Kristen wahyu sudah cukup, tiada hubungannya antara telogia dengan
filsafat, antara Yerusalem dengan Athena, antara gerja dengan akademi, antara
Kristen dengan bidat.
2)
Aurelius Augustinus (354-430)
Dilahirkan di Thagaste di Numedia, ayahnya adalah seorang bukan Kristen, tetapi
ibunya adalah seorang kristen yang saleh. dan semasa hidupnya dia menuruti hawa
nafsu, diombang-ambingkan dari Manikheisme kedalam Skeptisisme dan
Neoplatonisme yang akhirnya bertobat. Karena kesalehan dan kecakapannya
diangkat menjadi uskup di Hippo (396) dan membentuk “Filsafat Kristen”
berpengaruh pada abad pertengahan. Ajaran yang terpenting adalah Confessiones
(Pengakuan-pengakuan), De Trinitate (tentang Trinitas) dan De Civiate Dei(
tentang Negara Allah). Aliran ini adalah dibidang Teologis dan Filsafat,
pemikirannya bersifat filsafati semata-mata.(dia menetang aliran Skeptisisme,
karena Skeptisisme disebabkan karena adanya pertentangan batiniah).
Kita dapat mengatakan tentang Agustinus tiga hal berikut ini:
Kita dapat mengatakan tentang Agustinus tiga hal berikut ini:
a)
Dia menjustifikasi psikologis empiris,
dengan memisahkan dan mendefinisikan dunia batin pikiran sebagai sesuatu yang
berbeda dengan alam fisik.
b)
Dia mengembangkan Dualisme pikiran dan
tubuh sampai pada titik di manapemisahan aktual mereka sebagai substansi yang
berbeda dapat dibuat oleh Deskrates.
c)
Dia menetaokan fungsi refleksi yang
dengannya diri membedakan dirinya sendiri sebagai subyek dari obyek
pemikirannya.
3)
Dionisios dari Areopagos, Menurut
cerita adalah Dionisios bertobat karena pemberitaan rasul Paulus di Areopagos
(kisah rasul 17:34), karyanya disebut Pseudo Dioysios Areopagita, karya ini
dikenal pada abad ke 6 ada 4 buku dan 10 surat yang dikaitkan dengan nama
tersebut. Yang menguraikan teologi kristiani, yang mengenal Neoplatonisme dan
menurutnya Allah adalah asal segala yang ada, yang keadaannya transenden secara
mutlak, sehingga tidak mungkin memikirkan tentang Dia dengan cara yang benar,
dan memberikan kepadaNya nama yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar