EFEK KOMUNIKASI MEDIA
MASSA
Ada tiga dimensi efek komunikasi media massa, yaitu:
kognitif, afektif, dan konatif. Efek kognitif meliputi peningkatan kesadaran,
belajar, dan tambahan pengetahuan. Efek efektif berhubungan dengan emosi,
perasaan, dan attitude (sikap). Sedangkan efek konatif berhubungan
dengan perilaku dan niat untuyk melakukan sesuatu menurut cara tertentu.
1.
Efek Kognitif
Efek kognitif adalah akibat yang timbul pada diri komunikan
yang sifatnya informative bagi dirinya. Dalam efek kognitif ini akan dibahas
tentang bagaimana media massa dapat membantu khalayak dalam mempelajari
informasi yang bermanfaat dan mengembangkan keterampilan kognitif. Melalui
media massa, kita memperoleh informasi tentang benda, orang atau tempat yang
belum pernah kita kunjungi secara langsung.
Seseorang mendapatkan informasi dari televisi, bahwa “Robot
Gedek” mampu melakukan sodomi dengan anak laki-laki di bawah umur.
Penonton televisi, yang asalnya tidak tahu menjadi tahu tentang peristiwa
tersebut. Di sini pesan yang disampaikan oleh komunikator ditujukan kepada
pikiran komunikan. Dengan kata lain, tujuan komunikator hanya berkisar pada
upaya untuk memberitahu saja.
Menurut Mc. Luhan, media massa adalah
perpanjangan alat indera kita (sense extention theory; teori perpanjangan alat
indera). Dengan media massa kita memperoleh informasi
tentang benda, orang atau tempat yang belum pernah kita lihat atau belum pernah
kita kunjungi secara langsung. Realitas yang ditampilkan oleh media massa
adalah relaitas yang sudah diseleksi. Kita cenderung memperoleh informasi
tersebut semata-mata berdasarkan pada apa yang dilaporkan media massa. Televisi
sering menyajikan adegan kekerasan, penonton televisi cenderung memandang dunia
ini lebih keras, lebih tidak aman dan lebih mengerikan.
Karena media massa melaporkan dunia nyata secara selektif,
maka sudah tentu media massa akan mempengaruhi pembentukan citra tentang
lingkungan sosial yang bias dan timpang. Oleh karena itu, muncullah apa yang
disebut stereotip, yaitu gambaran umum tentang individu, kelompok,
profesi atau masyarakat yang tidak berubah-ubah, bersifat klise dan
seringkali timpang dan tidak benar. Sebagai contoh, dalam film India, wanita
sering ditampilkan sebagai makhluk yang cengeng, senang kemewahan dan
seringkali cerewet. Penampilan seperti itu, bila
dilakukan terus menerus, akan menciptakan stereotipe pada diri khalayak
Komunikasi Massa tentang orang, objek atau lembaga. Di sini sudah mulai terasa
bahayanya media massa. Pengaruh media massa lebih kuat lagi, karena pada masyarakat
modern orang memperoleh banyak informasi tentang dunia dari media massa.
2.
Efek Afektif
Efek ini kadarnya lebih tinggi daripada Efek Kognitif.
Tujuan dari komunikasi massa bukan hanya sekedar memberitahu kepada khalayak
agar menjadi tahu tentang sesuatu, tetapi lebih dari itu, setelah mengetahui
informasi yang diterimanya, khalayak diharapkan dapat merasakannya. Sebagai contoh, setelah kita mendengar atau membaca
informasi artis kawakan Roy Marten dipenjara karena kasus penyalah-gunaan
narkoba, maka dalam diri kita akan muncul perasaan jengkel, iba, kasihan, atau
bisa jadi, senang. Perasaan sebel, jengkel atau marah daat diartikan sebagai
perasaan kesal terhadap perbuatan Roy Marten. Sedangkan perasaan senang adalah
perasaan lega dari para pembenci artis dan kehidupan hura-hura yang senang atas
tertangkapnya para public figure yang cenderung hidup hura-hura. Adapun
rasa iba atau kasihan dapat juga diartikan sebagai keheranan khalayak mengapa
dia melakukan perbuatan tersebut.
3.
Efek Behavioral
Efek behavioral merupakan akibat yang timbul pada diri
khalayak dalam bentuk perilaku, tindakan atau kegiatan. Adegan kekerasan dalam
televisi atau film akan menyebabkan orang menjadi beringas. Program acara
memasak bersama Rudi Khaeruddin, misalnya, akan menyebabkan para ibu rumah
tangga mengikuti resep-resep baru. Bahkan, kita pernah mendengar kabar seorang
anak sekolah dasar yang mencontoh adegan gulat dari acara SmackDown yang
mengakibatkan satu orang tewas akibat adegan gulat tersebut. Namun, dari semua
informasi dari berbagai media tersebut tidak mempunyai efek yang sama.
Radio, televisi atau film di berbagai negara telah digunakan
sebagai media pendidikan. Sebagian laporan telah menunjukkan manfaat nyata dari
siaran radio, televisi dan pemutaran film. Sebagian lagi
melaporkan kegagalan. Misalnya, ketika terdapat tayangan kriminal pada program
“Buser” di SCTV menayangkan informasi: anak SD yang melakukan bunuh diri karena
tidak diberi jajan oleh orang tuanya. Sikap yang diharapkan dari berita
kriminal itu ialah, agar orang tua tidak semena-mena terhadap anaknya, namun apa yang didapat, keesokan atau lusanya,
dilaporkan terdapat berbagai tindakan sama yang dilakukan anak-anak SD. Inilah
yang dimaksud perbedaan efek behavior. Tidak semua berita, misalnya, akan
mengalami keberhasilan yang merubah khalayak menjadi lebih baik, namun pula
bisa mengakibatkan kegagalan yang berakhir pada tindakan lebih buruk.
Mengapa terjadi efek yang berbeda? Belajar dari media massa
memang tidak bergantung hanya ada unsur stimuli dalam media massa saja. Kita
memerlukan teori psikologi yang menjelaskan peristiwa belajar semacam ini.
Teori psikolog yang dapat mnejelaskan efek prososial adalah teori belajar
sosial dari Bandura. Menurutnya, kita belajar bukan saja dari pengelaman
langsung, tetapi dari peniruan atau peneladanan (modeling). Perilaku
merupakan hasil faktor-faktor kognitif dan lingkungan. Artinya, kita mampu
memiliki keterampila tertentu, bila terdapat jalinan positif antara stimuli
yang kita amati dan karakteristik diri kita.
Bandura menjelaskan proses belajar sosial dalam empat
tahapan proses: proses perhatian, proses pengingatan (retention),
proses reproduksi motoris, dan proses motivasional.
Permulaan proses belajar ialah munculnya peristiwa yang
dapat diamati secara langsung atau tidak langsung oleh seseorang. Peristiwa ini
dapat berupa tindakan tertentu (misalnya menolong orang tenggelam) atau
gambaran pola pemikiran, yang disebut Bandura sebagai “abstract modeling”
(misalnya sikap, nilai, atau persepsi realitas sosial). Kita mengamati
peristiwa tersebut dari orang-orang sekita kita.bila peristiwa itu sudah
dianati, terjadilah tahap pertama belajar sosial: perhatian. Kita baru pata
mempelajari sesuatu bila kita memperhatikannya. Setiap saat kita menyaksikan
berbagai peristiwa yang dapat kita teladani, namun tidak semua peristiwa itu
kita perhatikan.
Perhatian saja tidak cukup menghasilkan efek prososial.
Khalayak harus sanggup menyimpan hasil pengamatannya dalam benak benaknya dan
memanggilnya kembali ketika mereka akan bertindak sesuai dengan teladan yang
diberikan. Untuk mengingat, peristiwa yang diamati harus direkam dalam bentuk imaginal
dan verbal. Yang pertama disebut visual imagination, yaitu
gambaran mental tentang peristiwa yang kita amati dan menyimpan gambaran itu
pada memori kita. Yang kedua menunjukkan representasi dalam bentuk bahasa.
Menurut Bandura, agar peristiwa itu dapat diteladani, kita bukan saja harus
merekamnya dalam memori, tetapi juga harus membayangkan secara mental bagaimana
kita dapat menjalankan tindakan yang kita teladani. Memvisualisasikan diri kita
sedang melakukan sesuatu disebut seabagi “rehearsal”.
Selanjutnya, proses reroduksi artinya menghasilkan kembali
perilaku atau tindakan yang kita amati. Tetapi apakah kita betul-betul
melaksanakan perilaku teladan itu bergantung pada motivasi? Motivasi bergantung
ada peneguhan. Ada tiga macam peneguhan yang mendorong kita bertindak:
peneguhan eksternal, peneguhan gantian (vicarious reinforcement), dan
peneguhan diri (self reinforcement). Pelajaran bahasa Indonesia yang
baik dan benar telah kita simpan dalam memori kita. Kita bermaksud
mempraktekkannya dalam percakapan dengan kawan kita. Kita akan melakukan hanya
apabila kita mengetahui orang lain tidak akan mencemoohkan kitam atau bila kita
yakin orang lain akan menghargai tindakan kita. Ini yang disebut peneguhan
eksternal. Jadi, kampanye bahasa Indoensia dalam TVRI dan surat kabar berhasil,
bila ada iklim yang mendorong penggunaan bahasa Indoensia yang baik dan benar.
Kita juga akan terdorong melakukan perilaku teladan baik
kita melihat orang lain yang berbuat sama mendapat ganjaran karena
perbuatannya. Secara teoritis, agak sukar orang meniru bahasa Indonesia yang
benar bila pejabat-pejabat yang memiliki reutasi tinggi justru berbahasa
Indonesia yang salah. Kita memerlukan peneguhan gantian. Walaupun kita tidak
mendaat ganjaran (pujian, penghargaan, status, dn sebagainya), tetapi melihat
orang lain mendapat ganjaran karena perbuatan yang ingin kita teladani membantu
terjadinya reproduksi motor.
Akhirnya tindakan teladan akan kita lakukan bila diri kita
sendiri mendorong tindakan itu. Dorongan dari diri sendiri itu mungkin timbul
dari perasaan puas, senang, atau dipenuhinya citra diri yang ideal. Kita akan
mengikuti anjuran berbahasa Indonesia yang benar bila kita yakin bahwa dengan
cara itu kita memberikan kontribusi bagi kelestarian bahasa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
·
http://kuliahkomunikasi.com/2008/06/teori-komunikasi-massa/comment-page-1/
Termasuk komponen ini : sistim pengembangan – pengembangan
masyarakat Islam, metodologi pengembangan masyarakat Islam,peta dakwah Islam,
riset dakwah partisipati, manhaj pengembangan jama’ah, sistim pemberdayaan
ekonomi ummat,pembangunan jaringan lembaga keuangan syariah, sistim
pengembangan lingkungan muslim, analisa dampak lingkungan dakwah, teknologi
berwawasan lingkungan muslim,kebijakan dan strategi pembangunan di dunia Islam.
3. Sub disiplin ilmu manajemen dakwah.
Termasuk dalam komponen ini : dasar- dasar manajement dakwah
(pengantar studi) kepemimpinan dakwah strategis, manajement sumberdaya dakwah,
manajement lembaga keuangan syariah, teori pengembangan organisasi dakwah,
kebijakan, strategi dan perencanaan dakwah, manajement kemasjidan, manajement
haji,umroh dan ziarah, perencanaan strategis dakwah, perbandingan organisasi
dakwah dan manajement zakat, infaq dan shodaqoh,manajement wakaf.
4. Ilmu Bantu
Termasuk dalam komponen ini,Ilmu tauhid,ilmu akhlak,ilmu
mantiq(logika), filsafat dan pemikiran Islam,ulumul qur’an, ulumul hadist,ushul
fiqih,tafsir,hadist,fiqih,sirah Nabi SAW, Sejarah kebudayaan Islam, BahasaIndonesia,
Bahasa Arab dan inggris, metodologi, antropologi, sosiologi, ilmum komunikasi (Ilmu
penerangan/penyuluan, ilmu jurnalistik, dan teknologi komunikasi) Ilmu
manajement,psikologi,filsafat (umum) epistimologi, ilmu hukum,ilmu politik, ilmu
ekonomi, ilmu lingkungan,ilmu penyuluhan, teknologi sanitasi, sosiatri serta
ilmu kesehatan masyarakat dan lingkungan.
B.
Rancangan Pengembangan Teori Dakwah
Dalam pengembangan dakwah sebagai ilmu terasa sangat tidak
mungkin tanpa dibarengi dengan adanya penemuan dan pengembangan kerangka teori
dakwah. Tanpa teori dakwah maka apa yang disebut dengan ilmu dakwah tidak lebih
dari sekedar kumpulan pernyatan normatif tanpa memiliki kadar analisa atas
fakta dakwah atau sebaliknya hanya merupakan kumpulan pengetahuan atas fakta
sehingga mandul untuk memandu pelaksanaan dakwah dalam menghadapi masalah yang
kompleks.
Dengan ditemukannya teori – teori dakwah yang telah
menyebabkan keberhasilan dakwah masa lalu( dengan penelitian reflektif-
penafsiran maudhu’i ) dapat di ujim kembali relevensi teori dengan fakta dakwah
yang ada pada saat sekarang (dengan metode riset dakwah partisipatif) dan
kemungkinan yang akan terjadi dimasa depan (dengan metode riset kecenderungan
gerakan dakwah)
1. Teori Medan Dakwah
Teori medan dakwah adalah teori yang menjelaskan situasi
teologis, kultural, dan struktural mad’u pada saat permulaan pelaksanaan dakwah
Islam.
Dakwah Islam adalah sebuah ikhtiar muslim dalam mewujudkan Islam
dalam kehidupan pribadi (fardiyah) Keluarga (usroh),jama’ah (jama’ah) dan
masyarakat (Ummah) dalam semua segi kehidupan sampai terwujud khoirul ummah.
Khoirul ummah adalah tata sosial yang sebagian besar anggotanya
bertauhid,senantiasa menegakkan yang ma’ruf (tata sosial yang adil) dan secara
berjama’ah senantiasa berusaha mencegah yang mungkar (tata sosial yang dholim)
yang inti pengerak interaksinya adalah birr dan taqwa.
2. Teori Proses dan Tahapan dakwah
Ada beberapa tahapan dakwah Rosulullah dan para sahabatnya
yaitu :
1. Model dakwah dalam tahapan pembentukan (Takwin)
Pada tahapan ini kegiatan utamanya adalah dakwah bil
lisan(tabliqh) sebagai ikhtiar sosialisasi ajaran tauhid kepada masyarakat
Makkah,interaksi rosulullah Saw dengan para Mad’u mengalami ekstensi secara
bertahap, keluarga terdekat ittisal fardhi dan kemudian kepada para kaum
musrikin,ittisal jama’isasarannya Bagaimana supaya terjadi internalisasi Islam
dalam kepribadian mad’u,kemudian apa yang sudah di terima dan di cerna dapat
diekspresikan dalam ghirah dan sikap membela keimanan dari tekanan struktural
al mala dan al mutrafin quraisy Mekkah.hasilnya sangat signifikan,para elit dan
massa masyarakat menerima dakwahnya.
2. Tahap Penataan Dakwah.(tandzim)
Merupakan hasil internalisasi dan eksternalisasi Islam dalam
bentuk institusionalisasi Islam secara komprehenshif dalam realitas sosial,yang
diawali dengan hijrah Nabi SAW,hijrah yang dilaksanakan setelah nabi memahami
karateristik sosial Madinah baik melalui informasi yang diterima dari mush’ab
bin umair maupun interaksi nabi dengan jama’ah haji peserta Baiatul Aqobah.dari
strategi dakwah hijrah dilakukan ketika tekanan kultural,struktural dan militer
sudah sedemikian mencekam,sehingga jika tidak dilaksanakan hijrah, dakwah,
dapat mengalami involusi kelembagaan dan menjadi rapuh.
3. Teori Analisa Sistem Dakwah.
Penulis secara khusus meneliti dakwah Islam dengan pendekatan
teori sistem umum (The general system theory) yang hasilnya antara lain
menyatakan :
1. Dakwah Islam adalah suatu sistem yang terdiri dari beberapa
subsistem yang saling berhubungan,bergantung dan berinteraksi dalam mencapai
tujuan dakwah.
2. Dakwah Nabi Muhammad SAW berjalan menurut alur sistem dakwah
yang doarahkan Allah SWT yang menjadi sunnah Allah yang berlaku dalam dakwah Islam
yang bersifat tetap,obyetktif dan universal.
3. Dakwah Islam sebagai suatu sistem memiliki masukan utama(raw
input) berupa materi pokok dakwah dari wahyu allah(al qur’an) dan assunnah
ketika dikonversikan menjadi keluaran baik dalam dataran
pribadi,keluarga,kelompok,masyarakat dan negara telah menimbulkan kemelut dan
goncangan sosial yang besar ditengah tata sosial,budaya dan peradapan yang
telah mapan di tengah masyarakat.
4. Keberhasilan dakwah yang mendatangkan perubahan masyarakat yang
signifikan adalah dakwah yang dijalankan dalam sebuah sistem yang subsistem
konversinya berfungsi secara maksimal dalam mentransformasikan masukan menjadi
keluaran,yang ditopang oleh kepemimpinan yang kuat yang visioner berorentasi
pada tujuan dan perubahan lingkungan masyarakat
5. Sistem dakwah Islam berjalan tepat guna ketika masukan sarana
berupa metode,peta,dana dan fasilitas dakwah tersedia secara memadai.pemilihan
dan penerapan metode yang tidak tepat dalam melakukan proses transformasi Islam
akan melahirkan tatanan masyarakat berpandangan ganda disatu pihak menyatakan
beriman kepada Allah tetapi menolak menerapkan Syari’ah dalam kehidupan bermayarakat
dan bernegara .
6. Momentum berkembangnya dakwah Islam adalah karena adanya
keluaran berupa negara yang menjadikan syari’ah sebagai otoritas tertinggi
dalam menilai dan mengatur kehidupan masyarakat dan negara.
7. Balikan dari tanggapan lingkungan masyarakat(mad’u) terhadap
harakah dakwah Islam sebagai suatu sistem melahirkan 4 pola dasar : Pertama
informasi mengenai medan dakwah, Kedua dukungan masyarakat yang menerima dakwah
Islam(umat ijabah)maka akan menjadi faktor yang dominan dalam penguatan sistem
utamanya dalam masyarakat Ketiga hambatan masyarakat yang menolak dakwah Islam
akan menjadi faktir penghambat dan proses konversi sistem dakwah Islam sebagai
bentuk balikan negatif yang memerlukan penyelesaian secara tuntas. Keempat
kelompok masyarakat yang bersifat netral terhadap dakwah Islam tidak menerima
dan tidak menolak dakwah Islam secara tegas serta tidak memberikan hambatan
dakwah Islam.
DAFTAR PUSTAKA
o http://www.bpinews.info/2009/11/pengembangan-dakwah-melalui-bimbingan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar