BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sebagai sumberdaya alam untuk budidaya
tanaman, tanah mempunyai dua fungsi, yaitu : (1) sebagai sumber penyedia unsur
hara dan air, dan (2) tempat akar berjangkar. Salah satu atau kedua fungsi ini
dapat menurun, bahkan hilang.
Hilangnya fungsi inilah yang
menyebabkan produkvitas tanah menurun menjadi Tanah Marjinal. Dengan demikian,
Tanah Marjinal untuk budidaya tanaman merupakan tanah yang mempunyai
sifat-sifat fisika, kimia, dan biologi yang tidak optimal untuk kebutuhan
pertumbuhan tanaman. Kalau tanah ini diusahakan untuk budidaya tanaman
memerlukan masukan teknologi, sehingga menambah biaya produksi. Selain itu,
tanah ini juga tidak mempunyai fungsi ekologis yang baik terhadap lingkungan.
Tanah Marjinal dapat terbentuk secara
alami dan antropogenik (ulah manusia). Secara alami (pengaruh lingkungan) yang
disebabkan proses pembentukan tanah terhambat atau tanah yang terbentuk tidak
sesuai untuk pertumbuhan tanaman. Misalnya, bahan induk yang keras dan asam,
kekurangan air, suhu yang dingin/membeku, tergenang dan akumulasi bahan gambut,
fraksi tanah yang dihasilkan didominasi oleh pasir, pengaruh
salinisasi/penggaraman.
Tanah Marjinal yang dimaksudkan adalah
tanah yang terbentuk secara alami, bukan tanah yang menjadi marjinal karena
antropogenik. Dari 12 ordo tanah di dunia (Alfisols, Andisols, Aridisols,
Entisols, Gelisols, Histosols, Inceptisols, Mollisols, Oxisols, Spodosols,
Ultisol, dan Vertisols) yang tergolong Tanah Marjinal antara lain adalah :
Aridisols, Entisols, Gelisols, Histosols, Inceptisols, dan Ultisols.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tanah
Mineral Masam dan Penyebarannya
Tanah mineral masam banyak dijumpai di
wilayah beriklim tropika basah, termasuk Indonesia. Luas areal tanah bereaksi
asam seperti podsolik, ultisol, oxisols dan spodosol, masing-masing sekitar
47,5, 18,4, 5,0 dan 56,4 juta ha atau seluruhnya sekitar 67% dari luas total
tanah di Indonesia (Nursyamsi et al, 1996).
Luasnya tanah masam tersebut sebenarnya
mempunyai potensi yang besar untuk pengembangan usaha pertanian, tetapi sampai
sekarang masih belum dapat dimanfaatkan secara maksimal mengingat beberapa
kendala yang terdapat pada tanah masam.Tanah ordo lain yang bersifat masam
adalah inseptisol dan entisol.
Keasaman tanah ditentukan oleh kadar
atau kepekatan ion hidrogen di dalarn tanah tersebut. Bila kepekatan ion
hidrogen di dalam tanah terlalu tinggi maka tanah akan bereaksi asam.
Sebaliknya, bila kepekatan ion hidrogen terIalu rendah maka tanah akan bereaksi
basa. Pada kondisi ini kadar kation OH‑ lebih tinggi dari ion H+.
Tanah masam adalah tanah dengan pH
rendah karena kandungan H+ yang tinggi. Pada tanah masam lahan kering banyak
ditemukan ion Al3+ yang bersifat masam karena dengan air ion tersebut dapat
menghasilkan H+. Dalarn keadaan tertentu, yaitu apabila tercapai kcjenuhan ion
Al3+ tertentu, terdapat juga ion Al-hidroksida ,dengan demikian dapat
menimbulkan variasi kemasaman tanah (Yulianti, 2007).
Di daerah rawa‑tawa, tanah masam
umumnya disebabkan oleh kandungan asam sulfat yang tinggi. Di daerah ini sering
ditemukan tanah sulfat masam karena mengandung, lapisan cat clay yang menjadi
sangat masarn bila rawa dikeringkan akibat sulfida menjadi sulfat.
Kebanyakan partikel lempung
berinteraksi dengan ion H+. Lempung jenuh hidrogen mengalami dekomposisi
spontan. Ion hidrogen menerobos lapisan oktahedral dan menggantikan atom Al.
Aluminium yang dilepaskan kemudian dijerap oleh kompleks lempung dan suatu
kompleks lempung-Al‑H terbentuk dengan cepat ion. Al3+ dapat terhidrolisis dan
menghasilkan ion H.
Reaksi tersebut menyumbang pada
peningkatan konsentrasi ion H+ dalam tanah. Sumber keasaman atau yang berperan
dalam menentukan keasaman pada tanah gambut adalah pirit (senyawa sulfur) dan
asam‑asam organik. Tingkat keasaman gambut mempunyai kisaran yang sangat lebar.
Keasaman tanah gambut cendrung semakin tinggi jika gambut semakin tebal. Asam‑asam
organik yang tanah gambut terdiri dari atas asam humat, asam fulvat, dan asam
humin. Pengaruh pirit yaitu pada oksida pirit yang akan menimbulkan keasaman
tanah hingga mencapai pH 2 ‑ 3. Pada keadaan ini hampir tidak ada tanaman
budidaya yang dapat tumbuh baik. Selain menjadi penghambat pertumbuhan tanaman,
pirit menyebabkan terjadinya karatan (corrosion) sehingga mempercepat kerusakan
alat‑alat pertanian yang terbuat dari logam.
B.
Kualitas dan Karekteristik
Lahan
Kualitas lahan adalah sifat-sifat
pengenal atau attribute yang bersifat kompleks dari sebidang lahan. Setiap kualitas
lahan mempunyai keragaan (performance) yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi
penggunaan tertentu dan biasanya terdiri atas satu atau lebih karakteristik
lahan (land characteristics). Kualitas lahan ada yang bisa diestimasi atau
diukur secara langsung di lapangan, tetapi pada umumnya ditetapkan berdasarkan
karakteristik lahan (FAO, 1976).
Sitorus (1985) menjelaskan ada empat
kelompok kualitas lahan utama : (a) Kualitas lahan ekologis yang berhubungan
dengan kebutuhan tumbuhan seperti ketersediaan air, oksigen, unsur hara dan
radiasi (b) Kualitas yang berhubungan dengan kualitas pengelolaan normal,
seperti kemungkinan untuk mekanisasi pertanian (c) Kualitas yang berhubungan
dengan kemungkinan perubahan, seperti respon terhadap pemupukan, kemungkinan
untuk irigasi dan lain-lain (d) Kualitas konservasi yang berhubungan dengan
erosi.
Karakteristik lahan yang erat kaitannya
untuk keperluan evaluasi lahan dapat dikelompokkan ke dalam 3 faktor utama,
yaitu topografi, tanah dan iklim. Karakteristik lahan tersebut terutama
topografi dan tanah) merupakan unsur pembentuk satuan peta tanah (Ritung,2003).
Topografi yang dipertimbangkan dalam
evaluasi lahan adalah bentuk wilayah (relief) atau lereng dan ketinggian tempat
di atas permukaan laut. Relief erat hubungannya dengan faktor pengelolaan lahan
dan bahaya erosi. Sedangkan faktor ketinggian tempat di atas permukaan laut
berkaitan dengan persyaratan tumbuh tanaman yang berhubungan dengan temperatur
udara dan radiasi matahari.
Ketinggian tempat diukur dari permukaan
laut (dpl) sebagai titik nol. Dalam kaitannya dengan tanaman, secara umum sering
dibedakan antara dataran rendah (<700> 700 m dpl.). Namun dalam
kesesuaian tanaman terhadap ketinggian tempat berkaitan erat dengan temperatur
dan radiasi matahari. Semakin tinggi tempat di atas permukaan laut, maka
temperatur semakin menurun. Demikian pula dengan radiasi matahari cenderung
menurun dengan semakin tinggi dari permukaan laut. Ketinggian tempat dapat
dikelaskan sesuai kebutuhan tanaman. Misalnya tanaman teh dan kina lebih sesuai
pada daerah dingin atau daerah dataran tinggi. Sedangkan tanaman karet, sawit,
dan kelapa lebih sesuai di daerah dataran rendah.
Iklim sebagai salah satu faktor
lingkungan fisik yang sangat penting dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
Bebrapa unsur iklim yang penting adalah curah hujan, suhu, dan kelembaban. Di daerah
tropika umumnya radiasi tinggi pada musim kemarau dan rendah pada musim
penghujan. Namun demikian mengingat sifat saling berkaitan antara unsur iklim
satu dengan yang lainnya, maka dalam uraian iklim ini akan diuraikan
unsur-unsur iklim yang yang berkaitan dengan pertumbuhan tanaman.
C. Karakteristik
Kelas Drainase Tanah
1.
Cepat (excessively drained):
Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik
tinggi sampai sangat tinggi dan dayamenahan air rendah. Tanah demikian tidak
cocok untuk tanaman tanpa irigasi.Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu
tanah berwarna homogen tanpabercak atau karatan besi dan aluminium serta warna
gley (reduksi).
2.
Agak cepat (somewhat
excessively drained):
Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik
tinggi dan daya menahan air rendah.Tanah demikian hanya cocok untuk sebagian
tanaman kalau tanpa irigasi. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah
berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan aluminium serta warna gley
(reduksi).
3.
Baik (well drained):
Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik
sedang dan daya menahan air sedang, lembab, tapi tidak cukup basah dekat
permukaan. Tanah demikian cocok untuk berbagai tanaman. Ciri yang dapat
diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan
besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan 0 sampai 100 cm.
4.
Agak baik (moderately well
drained):
Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik
sedang sampai agak rendah dan daya menahan air (pori air tersedia) rendah,
tanah basah dekat permukaan. Tanah demikian cocok untuk berbagai tanaman. Ciri
yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak
atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan 0
sampai 50 cm.
5.
Agak terhambat (somewhat
poorly drained):
Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik
agak rendah dan daya menahan air (pori air tersedia) rendah sampai sangat
rendah, tanah basah sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah
dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan,
yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan
serta warna gley(reduksi) pada lapisan 0 sampai 25 cm.
6.
Terhambat (poorly drained):
Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik
rendah dan daya menahan air (pori air tersedia) rendah sampai sangat rendah,
tanah basah untuk waktu yang ke cukup lama sampai permukaan. Tanah kemikian
cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat
diketahui di lapangan, yaitu tanah mempunyai warna gley (reduksi) dan bercak
atau karatan besidan/atau mangan sedikit pada lapisan sampai permukaan.
7.
Sangat terhambat (very
poorly drained):
Tanah dengan konduktivitas hidrolik
sangat rendah dan daya menahan air (pori air tersedia) sangat rendah, tanah
basah secara permanen dan tergenang untuk waktu yang cukup lama sampai ke
permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman
lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah mempunyai warna
gley (reduksi) permanen sampai pada lapisan permukaan.
Tingkat bahaya erosi dapat diprediksi
berdasarkan kondisi lapangan, yaitu dengan cara memperhatikan adanya erosi
lembar permukaan (sheet erosion), erosi alur (rill erosion), dan erosi parit
(gully erosion). Pendekatan lain untuk memprediksi tingkat bahaya erosi yang
relatif lebih mudah dilakukan adalah dengan memperhatikan permukaan tanah yang
hilang (rata-rata) pertahun, dibandingkan tanah yang tidak tererosi yang
dicirikan oleh masih adanya horizon A. Horizon A biasanya dicirikan oleh warna
gelap karena relative mengandung bahan organik yang lebih tinggi.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tanah mineral masam banyak dijumpai di
wilayah beriklim tropika basah, termasuk Indonesia. Luas areal tanah bereaksi
asam seperti podsolik, ultisol, oxisols dan spodosol, masing-masing sekitar
47,5, 18,4, 5,0 dan 56,4 juta ha atau seluruhnya sekitar 67% dari luas total
tanah di Indonesia (Nursyamsi et al, 1996).
Luasnya tanah masam tersebut sebenarnya
mempunyai potensi yang besar untuk pengembangan usaha pertanian, tetapi sampai
sekarang masih belum dapat dimanfaatkan secara maksimal mengingat beberapa kendala
yang terdapat pada tanah masam.Tanah ordo lain yang bersifat masam adalah
inseptisol dan entisol.
Kualitas lahan adalah sifat-sifat
pengenal atau attribute yang bersifat kompleks dari sebidang lahan. Setiap kualitas
lahan mempunyai keragaan (performance) yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya
bagi penggunaan tertentu dan biasanya terdiri atas satu atau lebih karakteristik
lahan (land characteristics). Kualitas lahan ada yang bisa diestimasi atau
diukur secara langsung di lapangan, tetapi pada umumnya ditetapkan berdasarkan
karakteristik lahan (FAO, 1976).
Karakteristik Kelas Drainase
Tanah:
1. Cepat (excessively drained):
2. Baik (well drained):
3. Agak cepat (somewhat excessively
drained):
4. Agak baik (moderately well
drained):
5. Agak terhambat (somewhat poorly
drained):
6. Terhambat (poorly drained):
7. Sangat terhambat (very poorly
drained):
DAFTAR PUSTAKA