TUGAS DAN WEWENANG MAJELIS
PERMUSYAWATAN RAKYAT (DPR)
Dalam
menjelaskan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia haruslah dilihat
tugas dan wewenang yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945. Sehingga
pembahasan akan lebih tajam dan mengkerucut.
Dan
tugas dan wewenang ini akan dibagi kedalam dua periode Undang-Undang Dasar
1945. Periode tersebut adalah sebelum
perubahan Undang-Undang Dasar dan setelah Perubahan Undang-Undang Dasar.
MPR sebagai suatu lembaga negara merupakan badan yang
merupakan pelaksana kedaulatan rakyat di Republik Indonesia sebelum diadakan
Perubahan Undang-Undang Dasar 1945. Setelah diadakan perubahan maka terjadilah
perubahan pada Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. MPR sebagai
lembaga penjelamaan seluruh rakyat Indonesia, dan lembaga tertinggi negara
menjadi lembaga negara yang sama kedudukannya dengan negara lain.
Sebelum Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 tugas dan
wewenang MPR dicantumkan dalam UUD 1945 dan juga TAP MPR. Sedangkan setelah
Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 maka tidak ada lagi pengaturan tugas dan
wewenang yang diatur dalam Ketetapan MPR. Setelah satu tahun berjalan
disahkanlah undang-undang tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD
baru dijelaskan tugas dan wewenang MPR.
a) Tugas MPR Sebelum Perubahan UUD 1945
Tugas Majelis Permusyawaratan Rakyat sebelum Perubahan
UUD 1945 ada didalam pasal 3 dan pasal 6 UUD 1945 serta pasal 3 Ketetapan MPR
No. 1/MPR/ 1983, dan dinyatakan sebagai berikut:
- menetapkan Undang
Undang Dasar
- menetapkan
Garis-Garis Besar Haluan Negara.
- memilih (dan
mengangkat) presiden dan wakil Presiden.
Dalam tugas MPR ini dapat dipelajari bahwa tugas MPR
sebagai suatu lembaga negara meliputi tiga. Tugas ini tercantum dalam
Undang-Undang Dasar 1945. Sebagai
lembaga pemegang kedaulatan Rakyat dalam UUD 1945 maka MPR mempunyai tugas yang
besar yaitu membuat Undang-Undang Dasar. Dan tugas inilah yang pada masa sebelum
Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 belum pernah dilaksanakan oleh Majelis
Permusyawatan Rakyat.
Dalam amanat sidang BPUPKI yang para founding fathers
menyatakan bahwa Undang-Undang Dasar 1945 adalah Undang Undang Dasar kilat.
Perlu diadakan Undang-Undang Dasar baru yang lebih baik dan jika negara dalam
keadaan aman. Hal ini dapat kita lihat dalam pidato dari ketua PPKI Ir.
Soekarno yang mengatakan:
“… tuan-tuan semuanya tentu mengerti, bahwa
Undang Undang Dasar yang (kita) buat
sekarang ini adalah Undang-Undang Dasar sementara. Kalau boleh saya memakai
perkataan: ini adalah Undang-Undang Dasar kilat. Nanti kalau telah bernegara
didalam suasana yang lebih tenteram, kita tentu akan mengumpulkan kembali
Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dapat membuat Undang-Undang Dasar yang
lebih lengkap dan lebih sempurna.
Tuan-tuan tentu mengerti, bahwa ini adalah sekedar Undang-Undang Dasar
sementara. Undang- Undang Dasar kilat,
bahwa barangkali boleh dikatakan pula, inilah revolutie-grondwet. Nanti kita
membuat Undang-Undang Dasar yang lebih sempurna dan lengkap. Harap diingat
benar-benar oleh tuan-tuan, agar supaya kita ini hari bisa selesai dengan
Undang-Undang Dasar ini. “
b) Wewenang MPR Sebelum Perubahan UUD 1945
Sedangkan wewenang MPR menurut Prof Sri Soemantri bahwa
jika diteliti dalam UUD 1945 maka Undang Undang Dasar 1945 hanya mengatur satu
wewenang saja, yaitu dalam pasal 37. Dan setelah adanya ketetapan MPR No. 1/MPR/1983 dapat kita lihat bahwa
wewenang MPR tidak hanya itu saja. Dalam pasal 4 Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat MPR No 1/MPR/1983
kewenangan MPR ada sembilan,
yaitu:
1.
membuat putusan-putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh
lembaga negara yang lain, termasuk penetapan Garis-Garis Besar Haluan Negara
yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Presiden/Mandataris.
2.
Memberikan penjelasan yang bersifat penafsiran terhadap
putusan-putusan Majelis.
3.
Menyelesaikan pemilihan dan selanjutnya mengangkat
Presiden Wakil Presiden.
4.
Meminta pertanggungjawaban dari Presiden/ Mandataris
mengenai pelaksanaan Garis-Garis Besar Haluan Negara dan menilai
pertanggungjawaban tersebut.
5.
Mencabut mandat dan memberhentikan Presiden dan
memberhentikan Presiden dalam masa jabatannya apabila Presiden/mandataris
sungguh-sungguh melanggar Haluan Negara dan/atau Undang-Undang Dasar.
6.
Mengubah undang-Undang Dasar.
7.
Menetapkan Peraturan Tata Tertib Majelis.
8.
Menetapkan Pimpinan Majelis yang dipilih dari dan oleh
anggota.
9.
Mengambil/memberi keputusan terhadap anggota yang
melanggar sumpah/janji anggota.
Ada satu kewenangan yang sudah dicantumkan dalam
Undang-Undang Dasar 1945 akan tetapi lebih sering disebut dengan kekuasaan atau
kedaulatan. Dalam pasal 1 ayat 3 disebutkan bahwa ”Kedaulatan adalah ditangan
rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”.
Kekuasaan dalam bahasa Inggris disebut Power
merupakan Great Authority, atau dapat diartikan sebagai kewenangan yang
sangat besar/terbesar. Hal ini dapat dilihat dalam beberapa Undang-Undang Dasar
di negara lain seperti Cina, Venezuela dan Amerika Serikat yang menggunakan
kata power sebagai kewenangan lembaga
negaranya.
Tugas
dan wewenang Majelis Permusyaratan Rakyat tidaklah banyak berkurang setelah
perubahan UUD, akan tetapi dampaknya sangat besar terhadap lembaga MPR.
Karena Majelis Permusyawaratan Rakyat
kedudukannya sama dengan dengan lembaga negara yang lain.
Hal yang sangat mendasar adalah
dicabutnya kewenangan MPR dalam hal melaksanakan kedaulatan rakyat dan
dicabutnya tugas untuk memilih Presiden
dan Wakil Presiden. Sehingga Majelis
Permusyawaratan Rakyat tidaklah lagi menjadi lembaga tertinggi negara.
Tugas MPR Sesudah Amandemen UUD 1945
Dalam
Perubahan UUD 1945, tugas dan wewenang Majelis Permusyawaratan Rakyat berubah.
Dengan berubahnya konsep lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat maka berubah
pula beberapa tugas dan wewenangnya.
Tugas MPR setelah Amandemen UUD 1945 adalah
- Majelis Permusyawaratan
Rakyat melantik Presiden dan/ atau Wakil Presiden (Pasal 3 ayat 2 Perubahan III UUD 1945).
- Melakukan peninjauan
terhadap materi dan status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan rakyat
Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk diambil
putusan pada sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 2003 (pasal I
Aturan Tambahan Perubahan ke IV UUD 1945).
Ad. 1. Tugas Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam hal ini
adalah tugas formal atau upacara yang harus dilakukan jika telah dipilih
Presiden dan Wakil Presiden dalam Pemilihan Umum. Tugas MPR ini merupakan
konsekuensi dari Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 yang mewajibkan Pemilihan untuk memilih Presiden
dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat. Melantik bukanlah wewenang dari
MPR karena jika telah dipilih Presiden dan Wakil Presiden dalam Pemilihan Umum,
maka kewajiban dari MPR adalah melantik Presiden dan Wakil Presiden RI.
Seharusnya dijelaskan secara tegas mengenai kewajiban ini sehingga tidak
menimbulkan beberapa interprestasi yang menyimpang seperti jika Majelis Permusyawaratan Rakyat
tidak mau melantik Presiden dan Wakil Presiden yang terpilih dalam pemilihan
langsung oleh rakyat maka konsekuensinya bagaimana, apakah sah atau tidak
Presiden dan Wakil Presiden. Sedangkan jika tidak ada yang mengesahkan maka
Presiden dan Wakil Presiden terpilih akan cacat hukum karena belum dilantik
oleh lembaga yang berwenang yang diberi kekuasaan untuk melantik. Dan apakah
Majelis Permusyawaratan Rakyat melanggar Undang-Undang Dasar jika tidak mau
melantik Presiden dan Wakil Presiden terpilih.
Ad.2. Tugas Majelis melakukan peninjauan materi dan
status hukum Ketetapan MPRS dan MPR merupakan tugas sementara yang dibebankan
kepada MPR oleh Undang-Undang Dasar. Pasal I Aturan Tambahan menyatakan bahwa
MPR harus “melakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan
Majelis Permusyawaratan rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat untuk diambil putusan pada sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun
2003”. Sementara disini terletak pada kalimat akan diambil putusan pada sidang
Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 2003, jika telah diambil putusannya maka
tugas ini berakhir dengan sendirinya.
Dalam Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 maka dapat
disimpulkan tugas Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak dijelaskan secara jelas. Apakah ketentuan tersebut tugas atau
bukan tapi secara definitif, tugas adalah
kewajiban atau sesuatu yang wajib
dikerjakan atau ditentukan untuk dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA